Page 105 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 105
Membicarakan hukum kontrak nasional sendiri, tanpa mengenyampingkan
proses kodifikasi dan unifikasi yang masih terus berlangsung, maka dalam
Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta Tangal
21 sampai dengan 23 Desember 1981 di Jogjakarta (dikutip dari Lampiran II
Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional, dari Buku KUH
Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Mariam Darus
Badrulzaman, 2005: 243 – 248) melaporkan poin-poin perubahan dalam
upaya kodifikasi hukum perdata Indonesia, diantaranya yang berkenaan
dengan Hukum Perikatan adalah sebagai berikut:
1. Dalam memperbaharui hukum perdata nasional, kita tetap berorientasi
kepada pola kontinental. (ada usulan untuk memperhatikan pola
campuran, baik kontinental maupun anglo saxon)
Dalam hukum perjanjian termasuk hukum perikatan dalam sistem
hukum perdata, diperlukan asas-asas yang melandasinya, dengan
penerapannya didasarkan pada:
a) kemajuan zaman dan kesadaran bahwa Negara dan Bangsa
Indonesia telah memasuki gelanggang Internasional, sehingga
perlu memperhatikan standart atau ukuran yang bersifat
Internasional;
b) walaupun KUH Perdata (BW) telah berusia cukup lama namun
materi-materi yang diaturnya akan dipakai sebagai pedoman
dalam penyusunan naskah rencana undang-undang yang akan
datang;
c) hukum adat sedapat mungkin juga harus diberikan tempat dalam
undang-undang hukum perikatan nasional sekedar tidak
menghambat kemajuan.
2. Tentang Asas.
Pemberlakuan asas-asas dalam suatu perjanjian adalah dengan
memperhatikan asas-asas pokok berikut, yaitu :
a) asas konsensualisme;
b) asas kebebasan berkontrak;
dengan catatan bahwa pemberlakuan asas ini adalah tetap dengan
memperhatikan bahwa dalam kontrak perlu dicantumkan syarat :
83

