Page 29 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 29

bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
              akan  ada  dikemudian  hari,  menjadi  tanggungan  untuk  segala  perikatan
              perseorangan”.

          G.  Prestasi & Wanprestasi.
              Prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam istilah Inggris sebagai
              performance   adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan
              menurut  tata  cara  yang  telah  disepakati  bersama  (term  and  condition).
              Macam-macam prestasi adalah yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

              Wanprestasi  atau  yang  juga  dikenal  dengan  cidera  janji;  default;  non-
              fulfillment;  ataupun  breach  of  contract  adalah  suatu  kondisi  tidak
              dilaksanakannya  suatu  prestasi/  kewajiban    sebagaimana  mestinya  yang
              telah disepakati bersama – sebagaimana yang dinyatakan dalam kontrak.

              Wanprestasi  dapat  terjadi  karena  kesengajaan;  kelalaian  ataupun  tanpa
              kesalahan (kesangajaan dan/kelalaian).
              Konsekwensi yuridis dari wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang
              dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti rugi dari pihak yang
              melakukan wanprestasi.

              Bentuk-bentuk ataupun model wanprestasi adalah :
              1.  Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi;
              2.  Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi;
              3.  Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.

              Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak melaksanakan
              prestasinya sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam kontrak, maka
              pada umumnya (dengan beberapa perkecualian) tidak dengan sendirinya dia
              dianggap telah melakukan wanprestasi.

              Apabila tidak telah ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang maka
              wanprestasinya di debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh
              kreditur, yaitu dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur. Hal ini diatur
              dalam Pasal 1238 KUH Perdata “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan
              surat  perintah  atau  dengan  sebuah  akta  sejenis  itu  telah  dinyatakan  lalai,
              atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang
              akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan”.
                                                                           7
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34