Page 72 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 72
1328 KUH Perdata). Dalam hal ini, jika terjadi kondisi di atas maka hak
untuk meminta pembatalan perjanjian adalah pada saat ia
mengetahui telah terjadi nya kekhilafan, paksaan atau penipuan pada
dirinya.
b) Salah satu pihak dalam perjanjian tidak cakap untuk bertindak dalam
hukum (lihat lebih lanjut Pasal 1330 dan 1331 KUH Perdata), dan atau
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan atau
perbuatan hukum tertentu. Dalam hal ketidak cakapan, maka setelah
pihak yang tidak cakap tersebut menjadi cakap dan atau oleh
wakilnya yang sah adalah berhak untuk memintakan pembatalan
perjanjian.
Perlu diingat bahwa dalam hal terjadinya salah satu atau dua keadaan
disebut di atas, maka berarti perikatan yang lahir dari perjanjian itupun
hapus demi hukum. Ketentuan mengenai hak untuk mengajukan
pembatalan sendiri dapat dilihat pada rumusan Pasal 1446 sampai dengan
1450 KUH Perdata.
Pasal 1446 ayat 1 KUH Perdata menyatakan, ”Semua perikatan yang dibuat
oleh orang-orang yang belum dewasa, atau orang-orang yang berada di
bawah pengampuan adalah batal demi hukum (Note: disebut juga ”dapat
dibatalkan”) dan atas tuntutan yang dimajukan oleh atau dari pihak
mereka, harus dinyatakan batal (Note : ”dibatalkan”), semata-mata atas
dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya”.
Secara umum ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata menentukan bahwa
penuntutan terhadap pembatalan dapat diajukan dalam jangka waktu lima
(5) tahun, terhitung sejak:
1). Dalam hal kebelumdewasaan sejak hari kedewasaannya;
2). Dalam hal pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan;
3). Dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti;
4). Dalam hal kekhilafan atau penipuan, sejak hari diketahuinya
kekhilafan atau penipuan itu;
5). Dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan
tanpa kuasa suami, sejak hari pembubaran perkawinan;
6). Dalam hal batalnya suatu perikatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1341, maka sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran yang
diperlukan untuk kebatalan itu ada.
50

