Page 73 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 73
Akibat hukum dari terjadinya pembatalan ini adalah bahwa semua
kebendaan dan orang-orangnya dipulihkan sama seperti keadaan sebelum
perjanjian dibuat (lihat lebih lanjut ketentuan Pasal 1451 dan 1452 KUH
Perdata).
Berlakunya syarat batal sebagai suatu sebab berakhirnya perikatan diatur
dalam Bab I Buku III Perikatan, pada Pasal 1265 KUH Perdata, yang
menyatakan ”Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi,
menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada
keadaan semula, seolah-oleh tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini
tidak menangguhkan pemenuhan perikatan; hanyalah ia mewajibkan
kreditor mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa
yang dimaksudkan terjadi”.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa
setiap perikatan yang telah dibuat secara sah oleh para pihak dan bahkan
telah dilaksanakan sekalipun dapat dikembalikan keadaannya seperti
semula, jika hal tersebut memang dikehendaki oleh para pihak. Hal ini
terjadi dengan dicantumkannya klausula yang mengatur tentang syarat
batal dalam perjanjian tersebut.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata menyatakan bahwa ”Syarat
batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang
bertimbal balik, manakala salah satu pihaknya tidak memenuhi kewajiban
tersebut.
Dalam hal yang demikian, persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai
tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan.
Jika syarat batal tersebut tidak dinyatakan dalam persetujuan maka
Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan tergugat,
memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi
kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu
bulan”.
5. Lewat Waktu (Daluarsa).
Ketentuan tentang lewat waktu atau yang juga dikenal dengan daluarsa
adalah diatur dalam bagian tersendiri dalam Buku Keempat KUH Perdata,
51

