Page 82 - Flipbook Bu Ernawati Kearifan Lokal Mandar
P. 82
Puang : “Anakku.. anakku.. anakku..! (semakin lemah
Gamma suaranya dan dan meneteskan air mata).
Ka'useng : “Selamat tinggal Puang..”!
Ka'useng menuju ke pangkuan ibunya lalu berbaring Puang
Cazdia memberi isyarat kepada warga untuk melakukan hukuman
terhadap Ka'useng, warga saling memandang dan bergerak
Koor : “Atas nama hukum sebagai warisan leluhur
Warga yang telah disepakati bersama kami
melakukannya”.
Warga secara bersama menusukkan tombak ke perut keroyok dan
bersimbah darah sejenak menahan perih kemudian nyawanya
lepas.
Ka'useng meninggal di pangkuan ibunya, Puang Cazdia menatap
anaknya yang tak bernyawa lalu mengusap mukanya walaupun
hatinya tercabik-cabik dan perih menahan sakit namun tetap
berusaha tegar.
Puang : Semoga engkau anakku hidupmu damai di alam
Cazdia sana"!
Puang Gamma yang sejak yang sejak tadi mematung menyaksikan
kejadian itu mendekati istrinya lalu dibimbing untuk berdiri.
Puang : “Kita telah kehilangan Ka'useng tapi keharuman
Gamma nama kita yang akan abadi”.
Ka'useng diangkat dan di gotong, Puang Cazdia dan Puang
Gamma dan seluruh pemeran berjalan di bawa mayat kauseng
lalu berjejer di depan diturunkan di belakang pemain. Setelah
pemain berjejer dan kusen diturunkan (simbol dikuburkan)
mereka bernyanyi
Lagu : Nasaua' di alang melullung kaeng lotong mattatangai
topole di Walitung
Drama Berbasis Kearifan Lokal Mandar | 75