Page 254 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 254
Tempat penyimpanan: keropak; asal:
RINGKASAN ISI BABAD salinan dari lontar milik I Gde Soebrata
Babad ini menceritakan tentang susunan letak prajurit yang turun ke Bali, Wawangsilan. Kemudian babad ini menjelaskan keturunan dari Sirarya dari Bandjar Sangging Gianjar;
yang berasal dari Majapahit. Sang Hyang Kasuhun Kidul melaksanakan Beleteng dari Desa Punduk. Sirarya Beleteng memiliki putra yang bertempat keadaan: baik; ukuran: 50,7 cm x 3,8
yoga, sehingga terciptalah empat manusia, yaitu: Brahmana lahir dari Wang, tinggal di Desa Bungaya, di Desa Tulikup, di Desa Kapal, Desa Tambahan, cm; ruang tulisan: 43,4 cm x 3,6 cm;
Ksatriya lahir dari Ong, Waisya lahir dari Ang, dan Sudra lahir dari Mang. Desa Kaba-Kaba, Desa Kalianget dan Desa Sidemen. Penyebarannya ini tebal: 138 lembar; jumlah halaman: 266
Keempatnya adalah putra dari Sang Hyang Kasuhun Kidul. Selanjutnya bertujuan untuk memperluas keturunannya. Putra dari Sirarya Kapandeyan halaman; jumlah baris per halaman:
Sang Ksatriya menjadi raja penguasa dunia. Sang Brahmana menjadi bernama Lurah Kapandeyan. Suatu ketika Ida Sang Prabu bersama I 4 baris; aksara: Bali; cara penulisan:
penerang bagi masyarakat. Sang Waisya menjadi patih amangku bhumi di Anglurah Kapandeyan melakukan tapa. I Anglurah Kapandeyan memiliki 38. digurat dari kiri ke kanan; bahan: daun
Kerajaan Majapahit. Sang Sudra menjadi rakyat dari raja. Para Arya yang kemampuan untuk membuat senjata-senjata seperti keris dan tombak. Anak lontar; bahasa: Kawi; bentuk teks:
berada di Wilatikta adalah Arya Kenceng, Arya Beleteng, Arya Senteng, dari Arya Kapandeyan bertempat di Tusan yaitu sebanyak dua orang laki- prosa; subjek: babad; umur: 86 tahun.
Sirarya Binculuk, Arya Kapakisan, Sirarya Kuta Waringin, Arya Belog dan laki yang selanjtnya meneruskan keahlian leluhurnya membuat berbagai BABAD PASEK VA/6/963 Keterangan lain: pada lembar 1 recto di
Sirarya Watang. Kemudian Sirarya Kenceng diangkat menjadi patih oleh senjata. Kemudian Sang Raja bersabda dengan Sang Pande Aji Sakti. Sang ujung kiri terdapat penanggalan Masehi
Sang Prabu beserta sanak keluarganya. Pande hendaknya melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang [3-2-1933]. Di sisi kanan terdapat
pande di dalam membuat alat ataupun senjata. Terdapat mantra-mantra
Mpu Brahmawisesa bersaudara dengan Mpu Siwa Saguna datang ke tulisan dengan huruf Latin yang ditulis
daerah Bangsul (Bali). Adik dari Sang Prabu Wilatikta bernama Mpu pemujaan, seperti mantra caru, mantra penyucian bwana alit dan mantra dengan pensil “Babad Pasek toeroenan
Gandring. Sesampainya di Bangsul, Mpu Siwa Saguna menuju Desa memohon maaf. Diceritakan bahwa penjelmaan dari Brahma menjadi Mpu dari lontarnja I Gde Soebrata dari Br.
Tusan, selama tujuh tahun di wilayah Gelgel beliau tidak mempunyai putra Pradah dan Mpu Pradah menjadi Pande. Alat-alat yang akan dipergunakan Sangging [Gianjar] ditoeroen oleh I
karena diganggu oleh mahluk halus yang bernama Bhuta Wawangsilan. untuk bekerja yaitu palu, kikir, jepit dan sebagainya harus diberi mantra. Gde Soebrata terseboet”.
Putra dari Sirarya Kenceng turut menjadi korban akibat kekejaman Bhuta
Pengarang/penyalin: I Gde Soebrata
242 KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA 243