Page 57 - Sejarah Tokoh Nama Bandar Udara (PREVIEW)
P. 57
SEJARAH TOKOH NAMA BANDAR UDARA 46
kekuatan 30 kapal perang dengan 800 orang Juli 1901 disambut rakyat dengan perlawanan
tentara Belanda. Kehadiran pasukan tentara dari tempat kediaman Sultan Thaha di Singkut.
Belanda telah diantisipasi oleh Sultan Thaha. Meskipun pasukan Belanda kuat, mereka tidak
Tiga puluh kapal perang disiapkan di Muara mudah melakukan pengejaran dan menerobos
Tembesi. Ketika pertempuran pecah, istana perlawanan rakyat di pedalaman. Setiap kali
Sultan Thaha yang dikenal Tanah Pilihan mereka akan menyerbu pertahanan rakyat,
dikosongkan, sedangkan Sultan beserta ternyata pertahanan itu sudah kosong. Benteng-
keluarganya menyingkir ke Muara Tembesi. benteng rakyat diruntuhkan oleh Belanda
Pertempuran terjadi selama dua hari dua malam. sehingga Sultan Thaha dan pengikutnya makin
Pasukan Sultan Thaha Syaifuddin berhasil lama makin terjepit. Realita ini terjadi karena
menenggelamkan satu kapal perang Belanda. Belanda berhasil menarik para pengikut sultan
Namun, dalam pertempuran di Muara Kumpeh yang tidak tahan uji. Dari mereka itu Belanda
ini tiga orang panglima yang mendampingi Sultan mendapatkan petunjuk keadaan, kekuatan, dan
Thaha gugur di medan juang. Pimpinan perang kedudukan pasukan Sultan Thaha.
kemudian diserahkan kepada Raden Mas Tahir. Pada tahun 1904 tentara Belanda
Sultan Thaha Syaifuddin yang mengetahui menyerbu tempat persembunyian Sultan
bahwa persenjataan pihak Belanda lebih Thaha di Sungai Aro. Pada pukul 05.30 pusat
lengkap secara diam-diam telah memerintahkan persembunyian Sultan Thaha diserang, tetapi
pasukannya untuk meninggalkan istana menuju Sultan Thaha beserta pengikutnya berhasil lolos
ke Muara Tembesi. Di Muara Tembesi Sultan ke sebelah hilir Sungai Aro. Dalam penyerangan
Thaha Syaifuddin mulai menyusun pemerintahan itu ada 2 orang panglima Jambi tewas, yaitu
baru. Jenang Buncit dan Berahim Panjang. Dua mayat
Menyadari kekuatan Sutan Thaha, itu dibawa Belanda ke Muaro Tebo untuk diteliti.
Belanda mulai menjalankan politik adu domba Hasil laporan versi Belanda mengatakan bahwa
kepada rakyat Jambi, khususnya keluarga mayat Jenang Buncit adalah mayat Sultan
Sultan. Mereka mencari keluarga Sultan Thaha.
Thaha yang bersedia diangkat menjadi Sultan Laporan tersebut disanggah dan ditolak
Jambi. Penembahan Prabu, paman Sultan oleh hakim Ahmad yang menyaksikan mayat
Thaha, pada 2 November 1858 diangkat itu. Kesaksiannya menyebabkan ia ditangkap
sebagai sultan dengan gelar Ratu Ahmad dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pada
Najarudin. Pengangkatan tersebut menimbulkan saat penyerbuan itu, Sultan Thaha berhasil
perpecahan di kalangan keluarga kesultanan meloloskan diri. Ia tidak pernah ditangkap oleh
dan rakyat Jambi. Akan tetapi, sebagian besar Belanda. la meninggal dunia di Muara Tebo
rakyat Jambi hanya mengakui Sultan Thaha pada tanggal 26 April 1904 dalam 88 tahun.
Syaifuddin sebagai Sultan Jambi yang sah. Jenazahnya dikebumikan di Muara Tebo. Sampai
Upaya selanjutnya untuk menghadapi akhir hayatnya, Sultan Thaha Syaiffuddin, Sultan
Sultan Thaha adalah dengan memperkuat Jambi terakhir, tidak mau menyerah kepada
pasukannya. Belanda mendatangkan bantuan Belanda. Melalui Keputusan Presiden Republik
dari Magelang lewat Semarang dan Palembang. Indonesia no 079 TK/ 1977, Sultan Thaha
Di Surolangun, pasukan yang datang pada 31 ditetapkan sebagai pahlawan nasional.