Page 134 - Final Sejarah Wilayah Perbatasan
P. 134
Melayu. Selama pemerintahan ini, dia kembali harus berhadapan dengan rongrongan
kekuasaan oleh Sultan Husein yang didukung oleh pemerintah Inggris di Singapura
atas beberapa bagian Kerajaan Lingga dan khususnya di Kepulauan Karimun. Desakan
Elout tidak berhasil sehingga pada tahun 1827 dia terpaksa mengusir orang-orang
Sultan Husein dengan senjata dari pulau-pulau itu.
Dalam keputusan kerajaan 10 April 1828 Nomor 204, Pelabuhan Riau dinyatakan
menjadi pelabuhan bebas, terhitung sejak 1 Januari 1829. Pada tahun yang sama Raja
Muda Raja Jafar menyerahkan Pulau Loos di dekat Tanjung Pinang kepada residen
Elout dengan tujuan untuk mencoba menanam pohon dan tanaman yang tidak dikenal
di Riau, seperti pala, kayu manis, tebu, dan lainnya yang percobaannya berhasil baik,
tetapi tidak diteruskan. Namun, Elout segera melepaskan pulau itu demi kepentingan
yayasan Zending Rotterdam kepada Pendeta Wentinck, yang tinggal di sana. Sejak saat
itu, pulau itu menjadi milik Zending Rotterdam (Anonim, “De Karimoen Eilanden”
dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, tahun 1855, hlm. 250—251). )
Seperti telah diduga, pemisahan kerajaan Johor membawa pengaruh besar pada
kesatuan dan keterpaduan dengan pemerintahan kolonial Belanda yang sebelumnya
telah dicapai. Oleh residen Elout, sebanyak 256 konsep kontrak dibuat melalui
musyawarah dengan Raja Muda Raja Jafar untuk memperbaharui kontrak yang
dibuat antara 1784 hingga 1818. Setelah beberapa perubahan konsep itu disetujui
oleh pemerintah dan dikirimkan kepada residen untuk ditandatangani bersama Raja
Muda atas nama sultan. Traktat yang berisi 21 pasal ini dibuat di Pulau Penyengat
pada tanggal 29 Oktober 1930. Kontrak ini ditandatangani oleh Residen Letnan
Kolonel CPJ Elout yang diserahi tugas ini karena ia memiliki hubungan baik dengan
raja-raja lokal. Sementara itu, mulai Juni 1830 ia telah dipindahkan tugasnya untuk
menjabat sebagai residen di Sumatra Barat.
Sebagai pengganti Elout, diangkat B.C. Van Cattenburch. Namun, ia minta segera
dibebastugaskan dan sebagai gantinya diangkat Asisten Residen Sumenep dan
Pamekasan, H. Cornets de Groot. Setelah pergantian besar pejabat residen, Riau
menderita kehilangan tokoh penting, yaitu wafatnya Raja Muda Raja Jafar pada
tanggal 18 Desember 1831 dalam usia 57 atau 58 tahun. Raja Muda itu dianggap
sangat berjasa. Raja ini berusaha keras menyesuaikan kepentingan rakyatnya dengan
kepentingan pemerintah. Meskipun sebagai pemeluk Islam yang taat dan saleh,
dia adalah seorang yang sangat toleran. Dia adalah perancang pertama traktat 29
Oktober 1830 yang menguntungkan Riau dan pemerintah Hindia Belanda yang
mempertahankan hubungan baik antara raja-raja Melayu dan pemerintah kolonial
dengan bertumpu atas dasar yang kuat.
Beberapa hari sebelum meninggal, Raja Jafar pergi ke Lingga. Putra sulungnya Tengku
Abdul Rahman telah diserahi tugas untuk memegang pemerintahan. Dia dikukuhkan
oleh Residen Riau saat menerima kabar tentang kematian ayahnya sambil menunggu
keputusan lebih lanjut yang dibuat bersama sultan. Pada 24 Juli 1832 Tengku Besar
atau ahli waris takhta Kerajaan Lingga tiba di Riau dilengkapi dengan kuasa ayahnya,
Mutiara di Ujung Utara 117