Page 53 - Final Sejarah Wilayah Perbatasan
P. 53

Kerajaan  Melayu  Malaka  sebelum tahun 1511. Pemindahan  pusat pemerintahan
                            Melayu Malaka setelah penyerangan Portugis tahun 1511, disesuaikan dengan situasi
                            dan  keinginan  sultan  yang memerintah.  Pusat pemerintahan  tersebut berpindah-
                            pindah, mula-mula di Johor, terus ke Bintan, ke Pekantua, Kampar Riau kemudian
                            ke Johor, setelah itu kembali ke Bintan dan Lingga. Pada saat itulah muncul nama
                            Kerajaan Melayu Johor, Kerajaan Melayu Johor Riau-Lingga dan yang terakhir pada
                            saat Kerajaan Melayu dinyatakan hapus oleh  Belanda bernama Kerajaaan Melayu
                            Riau-Lingga.

                            Sosial Kultural
                            Kehidupan  sosial  kultural  pada  masa  Kerajaan  Malaka  diwarnai  oleh  konsep  dan
                            peranan simbol dalam tradisi kerajaan. Simbol ini untuk memberikan hak istimewa
                            kepada raja yang memerintah dan hak untuk rakyat. Simbol itu, antara lain, (Yusoff
                            Hashim, 1990: 164) adalah seperti berikut:
                              1.  peralatan budaya,
                              2.  bahasa;
                              3.  undang-undang,
                              4.  warna,
                              5.  protokol dan adat istiadat,

                            Peralatan budaya merupakan alat-alat yang dapat dilihat dan diadakan untuk menjadi
                            pendukun pada ”karisma” raja yang sedang memerintah.  Adanya alat-alat itu  di
                            samping kehadiran raja untuk semua upacara resmi ialah untuk menunjukkan bahwa
                            seorang raja mempunyai nilai dan unsur kebesaran secara simbolik. Oleh karena itu,
                            alat-alat ini dinamakan sebagai alat kebesaran raja.

                            Rakyat  dilarang  untuk menggunakan  alat-alat  tersebut  selain  atas  ”perintah  raja”.
                            Peralatan budaya tersebut, antara lain ketur (tempat untuk meludah), kendi, kipas,
                            coan, sirih puan, pawai, dan berbaai jenis senjata seperti keris dan pedang, tombak
                            dan lembing, ceper, kerikal, tetampan, dan payung. Semuanya disebut sebagai sebagai
                            ”segala perkakas raja”.

                            Peralatan kerajaan juga termasuk alat musik tradisional  yang dibunyikan untuk
                            acara-acara dan adat resmi yang terkait dengan istana dan yang berhubungan dengan
                            adat  istiadat  kerajaan.  Peralatan  ini  digunakan  sebagai  ”alat  kerajaan”.  Alat  bunyi-
                            bunyian ini disebut kumpulan nobat. Hanya Raja saja yang berhak untuk memiliki
                            dan menggunakan alat-alat tersebut untuk semua upacara yang bercorak pribadi dan
                            yang berhubungan dengan istiadat istana dan kerajaan.

                            Alat kebesaran yang agak sekunder sifatnya ialah usungan (tandu), yang digunakan
                            sewaktu raja berangkat. Peranan simbolik alat kebesaran ini tidak begitu menonjol
                            karena alat ini juga dianugerahkan penggunaannya kepada Bendahara dan Laksamana.
                            Hal  yang membedakannya  ialah  keberangkatan raja  dengan tandu tersebut akan
                            disertai  oleh  para  pembesar  yang telah  ditentukan  kedudukan  mereka.  Hal  ini




              36                                               Sejarah Wilayah Perbatasan  Kepulauan Natuna
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58