Page 55 - Final Sejarah Wilayah Perbatasan
P. 55

Masa Kerajaan Johor

                            Jatuhnya Melaka pada tahun 1511 membawa beberapa dampak politik. Salah satunya
                            adalah  wilayah Kerajaan Melayu Melaka yang pada mulanya meliputi Semenanjung
                            Tanah Melayu, daerah Kepulauan Riau, Pesisir Timur Sumatra Bagian Tengah, Brunei
                            dan Sarawak, Tanjungpura (Kalimantan Barat), Indragiri, Palembang, Pulau Jemaja,
                            Tambelan, Siantan, dan Bunguran telah  berpecah  dan selepas  itu hanya  meliputi
                            Johor, Pahang, Riau, Lingga, dan beberapa daerah tertentu di daratan Sumatra. Ibu
                            negara kerajaan berpindah ke daerah Johor dan Bintan (Riau).  Faktor yang menjadi
                            pertimbangan  Sultan  yang  memerintah  (Sultan  Mahmud Syah)  dalam  memilih
                            daerah Johor dan Riau mengikut Ahmad Yusuf (Ahmad Yusuf, 1993:25)  ialah sebagai
                            berikut:


                            1.  Pusat tempat orang laut sebagai  kekuatan  angkatan laut Melayu berada
                              berhampiran Johor, Pulau Bintan dan pulau-pulau lainnya, yaitu  Karimun, Lingga,
                              dan sebagainya. Oleh itu, komando tertinggi  harus berhampiran dengan pusat-
                              pusat konsentrasi di atas.

                            2.  Keperluan tempat yang strategis sebagai pangkalan untuk menyerang Portugis di
                              Melaka. Selain itu, diperlukan lokasi yang strategis untuk mengadakan pertahanan
                              sekaligus melepaskan diri apabila musuh melakukan penyerangan balasan.

                            Berdasarkan kedua pertimbangan itulah ibu negara kerajaan selalu berpindah sesuai
                            dengan situasi dan keinginan sultan yang memerintah. Sementara itu,  nama Kerajaan
                            Melayu  Melaka  sejak  kejatuhan  Melaka  berganti  nama  yang  disesuaikan  dengan
                            daerah pusat pemerintahannya, yaitu Kerajaan Johor Riau.

                            Selepas kejatuhan Melaka, kehidupan sosio ekonomi, politik dan budaya masyarakat di
                            seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Melayu mengalami kemunduran karena  seluruh
                            aspek kehidupan pada waktu itu diutamakan untuk menentang Portugis. Keadaan
                            tersebut berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Mahmudsyah I (1518—1521),
                            Sultan Alauddin Riayat Syah II (1521—1539), Sultan Muzaffar Syah (1539—1557),
                            Sultan Abdul Jalil Ri’ayat Syah (1557—1591).

                            Namun, pada tahun 1637,  sewaktu pemerintahan Sultan Abdul Syah III (1617—
                            1659) , seorang pegawai Belanda melaporkan bahwa sebuah angkatan perang Johor di
                            Kepulauan Karimun telah merampas kapal-kapal Aceh yang sedang dalam pelayaran
                            ke Pahang (Andaya, 1987:35). Kemenangan angkatan perang Johor pada tahun 1637
                            tersebut menjadi  faktor penentu dalam kebangkitan semula  Kerajaan Johor Riau.
                            Namun,  wilayahnya hanya meliputi Sungai Kelang, Sungai Penagie (Kuala Linggi),
                            Sungai Siak, Sungai Kampar, Bengkalis, Ungaran, Pulau-Pulau Karimun, Bulang,
                            Bentan, Lingga dan pulau-pulau di sekelilingnya, Pulau Singapura, Rio Formosa
                            (Sungai Batu Pahat) dan Muar (Andaya, 1987 : 49).






              38                                               Sejarah Wilayah Perbatasan  Kepulauan Natuna
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60