Page 262 - Artikel Prosiding SEMNAS PGSD UMC 2022
P. 262
Keefektifan media gambar yang digunakan dalam proses belajar mengajar tersebut sebagai
upaya dalam membina pengetahuan, sikap, dan keterampilan para siswa melalui interaksi siswa
dengan lingkungan belajar yang diatur guru. Pada hakikatnya pembelajaran ini mempelajari
lambang-lambang verbal dan visual, agar diperoleh makna yang terkandung di dalamnya.
Lambang-lambang tersebut dicerna, disimak oleh para siswa sebagai penerima pesan yang
disampaikan guru. Oleh karena itu pengajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memahami
makna yang dipesankan oleh guru sebagai pemberi pesan. Pesan visual yang paling sederhana,
praktis, mudah dibuat dan banyak diminati siswa pada jenjang pendidikan dasar adalah gambar.
Menurut Sudjana (200:12) tentang bagaimana siswa belajar melalui gambar adalah sebagai berikut
:
1. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat belajar siswa
secara efektif.
2. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat ditafsirkan berdasarkan
pengalaman di masa lalu, melalui penafsiran kata- kata.
3. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam menafsirkan
dan mengingat ingat isi materi teks yang menyertainya.
4. Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau satu halaman penuh
bergambar, disertai beberapa petunjuk yang jelas.
5. Ilustrasi gambar isinya harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar minat para siswa
menjadi efektif.
6. Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan
gerakan mata pengamat, dan bagian bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus
dipusatkan di bagian sebelah kiri atas media gambar.
Pendidikan karakter adalah suatu hal yang mutlak harus dilaksanakan karena pada dasarnya
semua guru sebagai pendidik memiliki tujuan yang sama dalam membentuk karakter bangsa. Tidak
serta merta pendidikan karakter menjadi tanggung jawab dari pendidikan moral atau budi pekerti
dan pendidikan Pancasila (Santika, 2019:79), melainkan menjadi tanggung jawab semua bidang
studi. Oleh karena itu ketika pelaksanaan kurikulum 2013, keseimbangan ranah pembelajaran
antara kognitif, afektif dan psikomotor menjadi output yang mutlak sebagai bagian pendidikan
karakter bangsa.
Karakter adalah watak seseorang, atau akhlak yang diperoleh dari internalisasi dengan
lingkungannya. Karakter seseorang akan menjadi baik apabila didasarkan dengan nilai-nilai moral
dan etika yang berlaku dan disepakati di masyarakat. Lickona (1992) “menekankan pentingnya tiga
komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu moral knowing atau
pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau
perbuatan moral”. Karakter yang baik akan muncul setelah ketiga komponen karakter tersebut bisa
terpenuhi dalam diri peserta didik. Lebih lanjut Nopan Omeri (2015) menyatakan Karakter
merupakan perpaduan antara moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas
perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau
buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk,
berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan akhlak tatanannya
lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan dimana
keduanya (baik dan buruk) itu ada. Faktor-faktor ini saling berkaitan dan mendukung satu sama
lainnya dalam membentuk kepribadian seorang anak (Santika dkk, 2019:58).
Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama. Pertama, fungsi pembentukan dan
pengembangan potensi. Pendidikan karakter membentuk dan mengembangkan potensi siswa agar
berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku sesuai dengan falsafah Pancasila. Kedua, fungsi
perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter memperbaiki dan memperkuat peran keluarga,
253