Page 48 - MODUL 3
P. 48
Dengan serangan besar-besaran, rakyat Bali membalasnya dengan perang habis-habisan
guna mempertahankan harga diri sebagai orang Bali. Pertempuran untuk mempertahankan
Buleleng itu dikenal dengan Puputan Jagaraga. Puputan lainnya, yaitu Puputan Badung (1906),
Puputan Kusamba (1908), dan Puputan Klungkung (1908).
4) Perang Jawa
Disebut perang Jawa karena wilayah pertempuran
hampir meliputi seluruh Jawa. Sebab khusus perang
Jawa, yaitu dibangunnya jalan raya melewati makam
leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin. Sebab umum
dari perang Jawa, yaitu sebagai berikut.
a) Penderitaan rakyat akibat harus membayar
pajak tanah (walah-welit), pajak halaman
kekurangan (pangawang-awang), pajak jumlah
pintu (pencumpling), pajak ternak (pajigar), pajak
pindah nama (penyongket), dan bekti (pajak
jabatan). Gambar perang Jawa.
b) Makin sempitnya wilayah kerajaan dan
menurunnya kedaulatan raja.
c) Intervensi Belanda dalam pemerintahan kerajaan.
d) Masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
e) Hapusnya sistem penyewaan tanah bangsawan kepada petani.
f) Belanda tidak menghormati adat keraton.
Strategi perang yang digunakan adalah siasat perang gerilya dengan basis kekuatan di Gua
Selarong. Dekso, Plered, dan Pengasih. Perlawanan ini didukung para ulama, pejabat
kerajaan, bangsawan, dan rakyat jelata. Daerah perlawanan meliputi sebagian Jawa Barat,
Jawa Timur dan terbesar di Tengah, serta Yogyakarta. Tokohnya yaitu Sentot Prawirodirjo,
Kiai Mojo, Pangeran Adinegoro, Pangeran Ontowiryo, Pangeran Adiwinoto, Kiai Hasan Besari,
Suryonegoro, Warsokesumo, Kerto Pengalasan, Kartodirjo, Nyi Ageng Serang yang berusia
73 tahun, R.T. Ario Sosrodilogo, dan lain-lain. Strategi yang digunakan Belanda mendatangkan
pasukan yang lebih besar, melaksanakan strategi benteng stelsel dengan tujuan untuk
mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro, menjanjikan hadiah, dan mengadakan
perjanjian di mana secara licik Pangeran Diponegoro ditangkap saat berunding di Magelang,
selanjutnya dibuang ke Manado dan meninggal di Ujung Pandang.
5) Perang Padri (Sumatra Barat)
Adanya pertentangan antara kaum adat dengan kaum Padri yang hendak menghapuskan
kebiasaan kaum adat yang dianggap menyimpang dari ajaran agama Islam. Kaum adat yang
dipimpin Datuk Sati dibantu oleh Belanda. Perang ini terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut.
a) Masa tahun 1821–1825
Perang terjadi ketika Belanda yang membantu kaum adat menguasai daerah Simawang.
Ketika Letkol Raff menggantikan Du Puy sebagai residen dan komandan di Padang
terjadilah Perjanjian Masang, isinya adalah gencatan senjata serta Belanda mengakui
kekuasaan kaum Padri atas Lintau, Koto, Telawas, dan Agam. Tujuannya agar pasukan
Belanda terkonsentrasi untuk memadamkan perlawanan Diponegoro.
b) Masa 1825–1830
Perang terjadi karena mereka tidak percaya Belanda akan menepati janji seperti
pengkhianatan Belanda terhadap kaum Padri di Bonjol. Di masa ini kaum adat membantu
kaum Padri namun Belanda lebih terkonsentrasi karena perang Diponegoro sudah
berakhir.
c) Masa 1830–1837
Meningkatnya perlawanan kaum Padri dihadapi Belanda dengan mendatangkan pasukan
yang lebih banyak dengan mendatangkan pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo
42 Modul Ilmu Pengetahuan Sosial VIII SMP/MTs Semester Genap (Kurikulum 2013)