Page 367 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 367
walaupun sebenarnya loyalitas kepada partai harus berakhir saat
mereka memimpin pemerintahan.
5. Para pemimpin partai terpisah dari pemilih yang mestinya mereka
wakili. Banyak pemimpin partai yang dianggap sebagai kelompok
oportunis dengan mencari keuntungan pribadi atas nama rakyat
pemilih. Pemilih hanya memilih berdasarkan alasan budaya,
loyalitas komunal atau berhunungan saudara dan tokoh karismatik
yang berada di partai tersebut.
6. Kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem tidak terbatas pada partai
saja tapi telah merembet kedalam birokrasi pemerintahan.
Pemerintah kemudaian membelakukan kebijakan pmembersihkan
birokrasi dari bias politik.
7. Dalam pandangan penguasa sistem banyak partai sebagai sebab
utama ketidaksabilan politik selama ini. Karena itu sistem banyak
partai dianggap tidak cocok dengan UUD 1945 dan kepribadian
Indonesia.
Partai-partai yang dibiarkan berdiri mendapat pengawasan ketat
dari pemerintah. Pimpinan partai yang dianggap telah ternoda oleh
ideologi Orde Lama diganti dengan generasi muda yang bersih. Partai
politik sudah diformat sesuai dengan semangat pemerintah dalam
pemilu 1971 ternyata sangat lemah dan tidak berdaya. Dengan
demikian penyederhanaan partai ke dalam dua kelompok partai sebagai
pendamping Golkar semakin mantap, yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) sebagai fusi dari 4 partai Islam (NU, Parmusi, Perti
dan PSII) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebagai fusi dari partai-
partai sekuler dan Kristen (PNI, Parkindo, Murba, IPKI dan Katolik)
(Syabirin 2014, 62). Sistem pemilu selama Orde Baru dapat dilihat pada
penjelasan berikut ini (Komisi Pemilihan Umum 2010, 6-11):
1. Pemilu 1971
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan
bangsa Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan
Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa.
Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan
untuk memilih Anggota DPR.
355