Page 507 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 507
Proses pemanenan padi bibit unggul juga dapat dilakukan
dalam waktu yang lebih cepat dari pada pola panen padi konvensional.
Tinggi padi bibit unggul lebih pendek. Alat potong harus digunakan
adalah arit—bukan anai-anai, alat potong panen pada konvensional
karena tumbuh jauh lebih tinggi dari pada padi bibit unggul. Maka,
sebagian besar pemotong panen padi bibit unggul adalah laki-laki.
Karena alasan kemampuan tenaga dan fisik yang lebih besar, laki-laki
dapat memotong padi dengan arit lebih cepat dari pada perempuan.
Penggunaan pestisida atau teknologi kimia pemberantasan
jasad-pengganggu yang naik 88,6% dalam empat tahun (1988-1992;
lihat kembali Tabel 6), dapat menjelaskan mengapa produktivitas lahan
menjadi meningkat (lihat kembali Tabel 5). Penggunaan pestisida
menyebabkan serangga, hama, dan tikus menjadi mati, dan mereka
tidak lagi memakan hasil panen. Hasil panen pun tidak terganggu,
bahkan bertambah.
Juga makin meningkatnya penggunaan mesin pengolah gabah
64,8% dalam empat tahun menjadi 408.831 menyebabkan pengolahan
gabah/padi menjadi beras semakin cepat dan terjadi dalam jumlah yang
kian meningkat (lihat Tabel 6). Itu artinya, orientasi padi untuk dijual
juga kian banyak. Jumlah padi yang beredar di pasar nasional juga
semakin naik. Stok beras nasional bertambah. Hal ini akhirnya yang
membuat swasembada beras yang pernah dicapai Indonesia di era Orde
Baru, dan akhirnya memberikan subsidi tidak langsung untuk
industrialisasi nasional.
Tabel 5. Perkembangan Produksi Padi Per Pelita
Luas Areal Produksi Rata- Total Produksi
Panen (Ha) rata Perhektar (Ton)
(100 kg/h)
Pelita 1 8.508.598 26,10 22.464,376
Pelita II 8.803.564 26,29 26.282,663
Pelita III 9.763,6 29,85 38.236,4
Pelita IV 10.521,2 42,47 44.725,6
Pelita V 11.021,8 43,75 48.181,1
Diolah dari Biro Pusat Statistik 1973-1993 (Dikutip dari Sundjojo 1997)
495