Page 503 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 503

kelangsungan  pendidikan  anak-anaknya.  Mereka  membeli  sebidang
                tanah,  sebagiannya  dibangun  untuk  disewakan.  Habibie  sendiri  masuk
                SMA  di  Bandung  pada  tahun  1951,  dan  tamat  dengan  nilai  yang  luar
                biasa  pada  tahun  1954.  Ia  pun  mendaftarkan  diri  menjadi  mahasiswa
                Fakultas  Teknik  yang  kala  itu  merupakan  bagian  dari  Universitas
                Indonesia (sekarang ITB—Institut Teknologi Bandung).
                        Atas  usaha  ibunya,  Habibie  memperoleh  informasi  tentang
                peluang belajar di Jerman, dan bantuan pemerintah sekiranya ia belajar
                di  Negeri  yang  pernah  dikuasai  fasisme  Nazi  itu.  Melalui  Kementerian
                Pendidikan,  ia  mendapatkan  visa  dan  penukaran  uang  Jerman,    yang
                kala itu masih bersistem terpusat. Habibie memang tidak mendapatkan
                beasiswa.  Ibunyalah—yang  seorang  janda—membiayai  sekolahnya  di
                Jerman  hingga  strata  dua.  Lantaran  ia  tidak  mendapatkan  beasiswa
                sekaligus dibiayai seorang Ibu, tidak ada pilihan lain bagi Habibie kecuali
                harus  berjuang  belajar  dengan  fasilitas  yang  cenderung  seadanya—
                sebagaimana ia tulis sendiri dalam memoarnya di tahun  2010.
                        Di awal tahun 1950-an, Presiden Soekarno memang bermaksud
                mengirimkan  anak-anak  bangsa  yang  cerdas  untuk  belajar  teknologi
                dirgantara  dan  maritim  ke  luar  negeri.  Hasratnya  ini  kemudian
                dijabarkan  menjadi  kebijakan  Kementerian  Pengajaran  (nama
                Departemen  Pendidikan  dan  Kebudayaan  waktu  itu).  Rupanya  ibu
                Habibie mendengar informasi ini. Maka tanpa sungkan, ia menanyakan
                ihwal informasi tersebut, dan berupaya agar anaknya dapat melanjutkan
                belajar ke Jerman.
                        Tahun  1955,  Habibie  merantau  ke  Jerman.  Ia  diterima  belajar
                konstruksi pesawat terbang di Technische-Hochschule, Aachen, Republik
                Federal  Jerman  (Jerman  Barat).  Sebelum  angkatannya  dikirim,
                sebenarnya  telah  dikirim  tiga  angkatan  untuk  belajar  teknologi
                dirgantara dan maritim di Jerman. Mereka yang dikirim adalah angkatan
                pertama  pada  tahun  1950,  angkatan  kedua  pada  tahun  1951  dan
                angkatan ketiga pada tahun 1952 dan tahun 1953. Sementara Habibie
                sendiri  termasuk  angkatan  keempat  yang  dikirim  pada  tahun  1955.
                Kelak  ketika  telah  meluncurkan  CN-250  buatan  IPTN,  Habibie
                mengenang  tugas  keempat  angkatan  ini  sebagai  tonggak  awal
                penguasaan  teknologi  tinggi.  Sebab  pada  tahap  yang  awal  ini,
                pemimpin  bangsa  telah  berfikir  jauh  ke  depan,  di  luar  konteks  hanya
                sekedar merdeka. (Saat melepas keberangkatan angkatan keempat




                                                                                 491
   498   499   500   501   502   503   504   505   506   507   508