Page 104 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 104

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH



            memperkuat  sekat  rasial  tadi.  Apalagi,  SI  antara  lain  didirikan  untuk  mengatasi
            persaingan  ekonomi  antara  golongan  Bumiputera  dengan  Tionghoa.  Maka
            sepanjang  tahun  1911-1913  banyak  terjadi  konflik  berdarah  antara  Tionghoa-
            Bumiputera, dan puncaknya terjadi di tahun 1918 di Kudus.
                                                             15
                    Derasnya  aliran  etnonasionalisme,  ternyata,  tidak  bisa  mencegah
            menetasnya  embrio  "keindonesiaan".  Tanggal  25  Desember  1912,  seorang  Indo
            Belanda, EFE Douwes Dekker bersama dua sahabatnya, dr Tjipto Mangoenkoesomo
            dan  Soewardi  Soerjaningrat  mencoba  mendobrak  belenggu  etnonasionalisme
            dengan mendirikan partai multikultural-egaliter pertama dalam sejarah Indonesia,
            Indische Partij (IP). Perkumpulan ini “terbuka buat semua golongan bangsa (bangsa
            Indonesia, bangsa Eropa yang terus tinggal di sini, Belanda Peranakan, Peranakan
            Tionghoa  dan  sebagainya)  yang  merasa  dirinya  seorang  ‘Indiër’  [orang  Hindia],
            tidak mengingat tingkatan kelas, laki-laki atau perempuan”. Oleh karena mencita-
            citakan “Hindia” merdeka dan bersemboyankan “Hindia buat Orang Hindia”, maka
            pemerintah Belanda membubarkan IP di bulan Maret 1913 dan ketiga pendirinya
                             16
            dibuang ke Belanda.
                    Setelah  IP,  kebanyakan  organisasi  politik  besar  Bumiputera  hanya
                                                       17
            menerima  anggota  dari  kalangannya  sendiri  saja.  Perkecualian  adalah  Partai
            Komunis  Indonesia  (PKI)  dan  Gerakan  Rakyat  Indonesia  (Gerindo).  PKI  yang
            didirikan di tahun 1920 sebagai partai komunis pertama di Asia berusaha menarik
            anggota  dari  kalangan  Tionghoa,  namun  upaya  ini  tidak  begitu  berhasil.  Seusai
            meletusnya pemberontakan PKI di tahun 1927, dari 823 aktivis partai yang dibuang
            ke Boven Digoel di Papua, terdapat 8 orang Tionghoa.  Gerindo yang didirikan di
                                                         18
            tahun  1937  oleh  sekelompok  nasionalis  Bumiputera  beraliran  kiri,  dalam
            kongresnya  di  Palembang  dua  tahun  kemudian,  mendukung  masuknya  kaum
            peranakan  Tionghoa  dan  Arab.  Ketua  Gerindo,  Amir  Syarifuddin  mengatakan
            bahwa  “makin  banyak  kaum  peranakan  yang  ingin  bergabung  dengan  gerakan
            nasionalis Indonesia, dan karenanya untuk mereka pintu harus dibuka”.
                                                                      19
                    Kasus  berbeda  muncul  di  dalam  Partai  Nasional  Indonesia  (PNI)  yang
            didirikan  oleh  Ir.  Sukarno  dan  kawan-kawan  di  bulan  Juli  1927.  Golongan  Asia
            nonbumiputera  hanya  bisa  diterima  menjadi  “anggota  luar  biasa”.  Seorang
            peranakan  Tionghoa  di  Palembang,  Kwee  Tjing  Hong  berinisiatif  membentuk
            cabang PNI setempat. Rapat pembentukan diselenggarakan di rumahnya, bahkan ia
            juga hendak mendirikan satu cabang lagi di Bangka. Ketika pemimpin PNI ditahan,
            ia  pun  ikut  dimasukkan  ke  dalam  penjara.  Betapapun  kuat  dedikasinya,  namun
            Kwee  harus  menerima  kenyataan  pahit,  bahwa  dirinya  tidak  akan  pernah  bisa
            menjadi  anggota  penuh  PNI.  Maka  dengan  sedih  ditinggalkannya  partai  itu.


                                                95
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109