Page 105 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 105

DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
                        JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI  (1942-1945)

            Penolakan  peranakan  untuk  menjadi  anggota  penuh  juga  membuat  dr  Tjipto
            Mangoenkoesoemo selaku anggota panitia persiapan untuk juga hengkang dari PNI.
            20
                    Seiring  dengan  penolakan  yang  diberikan  oleh  nasionalis  Bumiputera,
            mayoritas  golongan  Tionghoa  tidak  tertarik  pada nasionalisme  Indonesia.  Hingga
                                                          21
            tahun 1932, mereka terbagi dalam dua kelompok besar.  Pertama adalah apa yang
            disebut  sebagai  “Aliran  Sin  Po”,  yang  dinamai  sesuai  dengan  satu  surat  kabar
            kenamaan  berbahasa  Melayu/Tionghoa  yang  berafiliasi  ke  Tiongkok.  Aliran  ini
            mendukung konsep “sekali Tionghoa tetap Tionghoa”. Walaupun demikian, seperti
            akan  kita  lihat  nanti,  mereka  tidak  segan-segan  membantu  perjuangan  bangsa
                                              22
            Indonesia  dalam  semangat  “Pan  Asia”.  Kedua  adalah  “aliran  Chung  Hua  Hui
            (CHH)”,  yang  didirikan  untuk  mengisi  perwakilan  Tionghoa  di  Volksraad  (Dewan
            Rakyat). Aliran ini mendukung kolonialisme Belanda dan menganggap diri mereka
            sebagai  “Trouwe  onderdanen  van  Hare  Majesteit  de  Koningin”  (Kawula  Sri  Ratu
            Belanda yang setia).
                  Di bulan September 1932, sekelompok pemuda peranakan Tionghoa yang
            menyadari  bahwa mereka  adalah “orang  Indonesia,”  mendirikan Partai  Tionghoa
            Indonesia (PTI) Di Surabaya. Tokoh utamanya adalah Liem Koen Hian (1896-1952),
            seorang wartawan kelahiran Banjarmasin yang berpena tajam dari harian Sin Tit Po
            (lihat gambar 3).
                    Aliran  PTI  ini  bisa  disimpulkan  dalam
            pernyataan:  “Lahir  di  Indonesia,  dibesarkan  di
            Indonesia  dan  mati  dikubur  juga  di  Indonesia”.
            Pernyataan  ini  sekaligus  mengakui  Indonesia
            sebagai tanah air satu-satunya. PTI juga dengan
            tegas  menekankan  ikut  aktif  memperjuangkan
            kemerdekaan   IndonesiA.  23   Aliran   politik
            peranakan  Tionghoa  ketiga,  alias  yang  paling
            bungsu ini nantinya banyak menemui halangan,
            bukan  hanya  dari  penjajah,  namun  juga  dari
            sesama Tionghoa dan juga nasionalis Bumiputera.
                    Munculnya  PTI  sebagai  aliran  politik
            ketiga  di  kalangan  peranakan  Tionghoa  tadi
            menegaskan  bahwa  kelompok  “Timur  Asing”
            yang  satu  ini  begitu  heterogen  dan  terpecah.       Liem Koen Hian
                                                   24
            Mengutip Mary Somers Heidhues,                      Sumber: Domain publik




                                             96
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110