Page 149 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 149
ISLAM DAN DAI NIPPON: RESPON INTELEKTUAL MUSLIM ATAS PENDUDUKAN
JEPANG DI INDONESIA (1942-1945)
Sebagaimana diketahui (Benda 1985: 178-183), Baitul Mal menjadi satu
gerakan utama MIAI, setelah aspirasi lain terkait pembangunan masjid agung dan
universitas ditolak Jepang. Hal penting untuk dicatat di sini adalah bahwa gagasan
Baitul Mal memang diarahkan untuk menarik pihak Jepang agar percaya dan
bersedia bekerjasama dengan MIAI. Ada satu persepsi di kalangan pengurus utama
MIAI bahwa Jepang masih berusaha menjalin hubungan langsung dengan
komunitas ulama, yang dipercaya memiliki pengaruh kuat di tengah masyarakat.
Dan ini memang terbukti, seperti akan ditunjukkan nanti. Namun, lepas dari itu,
poin penting untuk ditegaskan di sini adalah bahwa tujuan Baitul Mal dinyatakan
Wondoamiseno dalam ungkapan berikut ini:
“Insya Allah ta’ala, dengan berkat adanya Baitul Mal yang suci dan murni
itu, apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan tertib dan
sempurna, maka dapatlah dibanggakan akan menjadi salah satunja
jembatan untuk membangkitkan semangat baru dalam kalangan
masyarakat di seluruh Jawa dan Madura, ialah masyarakat yang berdarah-
daging Islam, yang selaras dengan keadaan dan perubahan zaman, menuju
‘Jawa Baru’ yang mulia dan sempurna”.
Selain itu semua, kehadiran tentara pendudukan Jepang di Indonesia juga
mendorong suatu gairah intelektual di kalangan tokoh pemikir Muslim, yang
berusaha melahirkam rumusan pemikiran yang terkait dengan isu-isu aktual yang
berkembang saat itu. Satu poin penting dalam konteks ini adalah tentang
kenyataan bahwa Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Sejauh bacaan
terhadap dua majalah yang telah disebut di atas, Soeara MIAI dan Djawa Baroe,
tampak bahwa tokoh-tokoh Muslim Indonesia saat itu, teristimewa yang tergabung
dalam MIAI, umumnya melihat kehadiran tentara pendudukan Jepang sebagai
pembawa harapan baru dalam suasana zaman yang juga baru. Dalam hal ini,
Jepang dilihat sebagai kekuatan pembebas dari penjajahan Barat dan sekaligus
menandai kebangkitan Timur, baik dalam kerangka budaya atau peradaban
maupun dalam pengertian geopolitik.
Hal ini terefleksikan antara lain dalam sejumlah tulisan di Soeara MIAI.
Pada edisi nomor 15 (1 Agustus 1943), Soeara MIAI menerbitkan satu artikel
anonim berjudul “Alim Oelama Menghadapi Pendidikan Ra’jat”. Dalam artikel
tersebut, tampak bahwa kehadiran tentara Jepang dilihat sebagai satu babak baru
yang ditandai sikap terbuka dan apresiatif oleh pemerintahan Jepang terhadap
keberadaan ulama dan Muslim Indonesia secara umum. Pada saat yang sama,
artikel tersebut memberi gambaran kontras dengan masa kolonialisme Belanda, di
140