Page 167 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 167
ISLAM DAN DAI NIPPON: RESPON INTELEKTUAL MUSLIM ATAS PENDUDUKAN
JEPANG DI INDONESIA (1942-1945)
bersama-sama dengan pemerintah Jepang untuk kemajuan dan kebesaran Muslim
Indonesia. Hal ini dikatakan dalam tulisannya ”Tjatjat Kita” dalam Djawa Baroe
(edisi 16, 15 Agustus 1944), yang ditulis tidak lama setelah dirinya, bersama-sama
dan mendampingi ayahnya Hasjim Asj’ari, diangkat dalam pimpinan puncak
Shūmubu. Wahid Hasjim menulis:
”Dalam pada itu saya percaya bahwa atas dorongan masa dan keadaan, di
dalam suasana yang gilang gemilang di bawah pemerintahan Balatentara
Dai Nippon selama dua tahun lebih sedikit ini, kita sekalian, yang dipimpin
(rakyat) dan yang memimpin (penganjur-penganjur dan pemuka-pemuka)
telah bersatu erat, ibarat benteng baja yang kokoh dan tahan uji. Apalagi
jika kita pergunakan cara ingat-mengingatkan, kasih-mengasihani dan
tolong-menolong”.
Lebih jauh Wahid Hasjim mencatat pentingnya membangun jiwa
masyarakat Indonesia, yang disebutnya sebaggai ”pokok yang terutama bagi
kemajuan suatu bangsa”. Dan hal itulah yang menjadi tantangan bangsa Indonesia,
yang sudah lama akibat penjajahan Belanda telah mengalami kerusakan jiwa
dengan tumbuhnya sikap yang ”selalu menggantungkan nasib kita kepada orang
lain”. Padahal, dia melanjutkan, ”kita mestinya wajib berusaha sendiri, dengan
tenaga sendiri, untuk perbaikan nasib kita sendiri”. Di sini, Wachid Hasjim
menekankan satu dimensi penting lain dalam hubungan Islam dan Dai Nippon,
yang tidak ditemukan dalam tulisan ulama lain yang telah dibahas sebelumnya,
yakni apa yang disebutnya sebagai ”cita-cita yang luhur untuk memadang
penghidupan” yang terejawantah dalam semangat berjuang dan bahkan berkorban
untuk Indonesia. Dengan cita-cita inilah masyarakat Indonesia memiliki jiwa yang
26
kuat untuk bekerja, bersama-sama pemerintah Jepang, untuk menuju ke arah
perbaikan dan ”kemakmuran bersama di Asia Timur Raya”. Wahid Hasjim menulis:
”Sungguh menggembirakan sekali, bahwa ajaran-ajaran pahlawan Samurai
yang diberikan dengan bukti yang nyata itu, termakan dan mengenai jiwa
kita. Maka dalam masa pemerintahan Balatentara Dai Nippon di Jawa
yang gilang-gemilang ini, dalam masa yang singkat saja (2 tahun lebih
sedikit), keinginan akan menjadi pahlawan tanah air telah tumbuh dalam
hati kita sekalian”.
Dengan demikian, pendudukan Jepang merupakan titik balik dalam
sejarah ulama. Dengan kebijakan Jepang mengenai Islam di atas, ulama mulai
terlibat di jantung politik Hindia-Belanda. Dan lembaga-lembaga keagamaan yang
158