Page 107 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 107
PERBEDAAN PASAL 156-157 KUHP PASAL 28 AYAT (2) JO. KETERANGAN
PASAL 45A AYAT (2) UU
ITE
f. Kedudukan menurut hukum
tata negara
Ancaman Pidana penjara maksimal 4 Pidana penjara paling Ancaman pidana dalam
pidana tahun atau pidana denda lama 6 tahun dan/atau Pasal 156-157 KUHP
maksimal Rp 4.500,00 denda paling banyak Rp lebih ringan dari Pasal
1.000.000.000,00. 45A ayat (2) UU ITE.
Terkait dengan unsur “individu” sebagai objek ujaran kebencian (hate speech),
Pasal 28 ayat (2) UU ITE dalam kata “individu” telah mengaburkan dimensi ruang
konseptual dari Pasal 156-Pasal 157 KUHP yang mengatur bahwa ujaran kebencian (hate
speech) hanya ditujukan kepada suatu atau beberapa golongan tertentu, tidak termasuk
ditujukan kepada individu sebagaimana Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Lebih lanjut dalam
Pasal 156 KUHP dijelaskan bahwa golongan yang dimaksud adalah tiap-tiap bagian dari
rakyat Indonesia yang berbeda antara satu atau beberapa bagian yang lain dikarenakan
perbedaan ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan
menurut hukum tata negara. Oleh karena itu, dengan adanya unsur “individu” dalam
Pasal 28 ayat (2) UU ITE berpotensi disharmoni dengan ketentuan Pasal 156-Pasal 157
KUHP. ICJR menilai ujaran kebencian yang ditujukan kepada individu seharusnya tidak
diatur lagi dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE, karena dapat dikenakan Pasal 27 ayat (3) UU
ITE terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.
Di sisi lain, Direktorat Tindak Pidana Siber, Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian
Negara RI (Bareskrim Polri) dan Kejari Mojokerto menyatakan bahwa unsur
“antargolongan” perlu dijelaskan dalam penjelasan Pasal 28 ayat (2) UU ITE karena
ditempatkan dalam posisi yang setara dengan unsur suku, agama, dan ras. Unsur
“antargolongan” dalam Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE pernah diujikan
dan MK menyatakan Pasal a quo konstitusional dalam Putusan MK Nomor 76/PUU-
16
XV/2017, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa istilah “antargolongan” karena mewadahi berbagai entitas
yang belum diatur oleh undang-undang, maka justru ketika dihilangkan/dihapus
dari Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE akan
meniadakan/menghilangkan perlindungan hukum bagi berbagai entitas di luar
tiga kategori yaitu suku, agama, dan ras. Ketiadaan perlindungan hukum demikian
berpotensi melanggar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.”
MK juga menegaskan bahwa penggunaan unsur “antargolongan” akibat
keterbatasan kosakata yang dapat mewakili fenomena keragaman entitas akibat proses
diferensiasi sosial. Penggunaan unsur ini digunakan untuk mengisi kekosongan hukum
agar tidak terjadi pelanggaran terhadap UUD Tahun 1945. MK menyarankan kepada
Pembentuk Undang-Undang agar merubah unsur “antargolongan” dengan kosakata lain
yang lebih tepat yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai terminologi hukum sesuai
dengan konteks keberlakuannya.
Terkait dengan perbedaan ancaman pidana, Akademisi FH Unair menilai adanya
potensi disharmoni pada ancaman pidana penjara maupun pidana denda yang diatur
16 Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 76/PUU-XV/2017., hlm. 68.
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI 85