Page 84 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 84
Tabel 31.
Impilikasi Hukum Putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016 terhadap Pasal 5 ayat (1) dan (2)
jo. Pasal 44 huruf b UU ITE
UU ITE PUTUSAN MK NOMOR 20/PUU-XIV/2016
Pasal 5 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen XIV/2016 telah menjadikan informasi dan/atau
Elektronik dan/atau hasil cetaknya dokumen elektronik yang dilakukan bukan
merupakan alat bukti hukum yang sah. dalam rangka penegakan hukum atas
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau
Elektronik dan/atau hasil cetaknya institusi penegak hukum lainnya berdasarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) undang-undang tidak sah disebut sebagai alat
merupakan perluasan dari alat bukti yang bukti. Dalam amar putusannya, MK
sah sesuai dengan Hukum Acara yang memutuskan penafsiran Pasal 5 ayat (1) dan
berlaku di Indonesia. ayat (2) jo. Pasal 44 huruf b UU ITE dalam rangka
penegakan hukum harus sesuai dengan Pasal 31
Pasal 44 ayat (3) UU ITE.
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di siding pengadilan menurut
ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai
berikut:
a. ….
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik
Merujuk pada permasalahan pada implikasi hukum akibat adanya Putusan MK
tersebut, maka dipandang perlu bahwa UU ITE khususnya Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) jo. Pasal 44 huruf b UU ITE untuk diatur lebih lanjut dan terperinci terkait prosedur
hukum acara penggunaan informasi dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti
yang sah.
Menurut Kejaksaan Agung akibat adanya Putusan MK, dipandang perlu untuk
dilakukan revisi Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, mengingat dalam putusan ini
mencampur adukan antara intersepsi sebagai suatu perbuatan aktif yang melanggar
hak privasi dengan kedudukan informasi dan/atau dokumen elektronik sebagai “alat
bukti elektronik”. Oleh karena itu perlu lebih ditegaskan dalam UU ITE mengenai
kedudukan dan fungsi informasi dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti
yang sah dalam hukum acara pidana dan perdata, serta perlu adanya pengaturan
kembali dalam UU ITE terkait penyadapan (intersepsi) yang dilakukan oleh APH.
Mengacu pada beberapa permasalahan tersebut maka ketentuan Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) jo. Pasal 44 huruf b UU ITE tidak memenuhi asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 huruf f UU PPP yaitu asas
kejelasan rumusan yang akan dijelaskan lebih lanjut pada Tabel 32 berikut:
Tabel 32.
Ketentuan alat bukti pada Pasal 5 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 44 huruf b UU ITE tidak
memenuhi asas kejelasan rumusan
ASAS KETERANGAN
Pasal 5 huruf f UU PPP Bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik dalam Pasal 5
Asas Kejelasan Rumusan ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 44 huruf b UU ITE yang diatur
sebagai perluasan alat bukti masih bersifat multitafsir sehingga
diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai perluasan alat
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
62 Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat
Jenderal DPR RI