Page 88 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 88
relevan dapat dimintakan orang yang bersangkutan untuk dihapus dari daftar mesin
pencari (right to delisting) melalui penetapan pengadilan, termasuk rekam jejak di masa
lalu namun tidak relevan dengan kejadian saat ini. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa
penghapusan (right to erasure) data yang tidak relevan diterapkan pada informasi data
pribadi yang terdaftar di bank yang jika ada perubahan data maka tidak diperlukan
penetapan pengadilan, seperti alamat, nomor kontak, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, Akademisi Fakultas Informatika Universitas Telkom (Akademisi FIF
Universitas Telkom) dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Riau (Akademisi FH Unri)
menegaskan penggunaan frasa “tidak relevan” yang tidak diberikan penjelasan apapun
berpotensi menimbulkan multitafsir baik bagi APH maupun masyarakat. Pengecualian
untuk mempertahankan data pribadi tetap diperlukan terutama untuk rekam jejak di
masa lalu yang berkaitan dengan kejahatan yang meresahkan masyarakat dan
menimbulkan banyak korban. Oleh karena itu diperlukan ketentuan lebih lanjut
mengenai klasifikasi data “tidak relevan” seperti tujuan, syarat, jangka waktu, dan
pengecualian keadaan tertentu yang tidak dapat dimintakan untuk dihapuskan.
Sepanjang diberlakukannya UU ITE, pada November 2020 pertama kalinya Pasal
26 ayat (3) UU ITE dilaksanakan melalui penetapan Pengadilan Negeri Depok yang
menerima permohonan hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Pemohon meminta
penetapan pengadilan atas kasus asusila yang diberitakan oleh media namun kasus
tersebut tidak terbukti dan tidak diproses di pengadilan. Akibat kerugian berupa
tercemarnya nama baik, Pemohon meminta Pengadilan Negeri Depok untuk meminta
Google Indonesia untuk menghapus data/informasi elektronik dari mesin pencarian
8
(search engine) yang dimiliki Google. Penetapan ini mengikuti ketentuan Pasal 17 PP
71/2019 untuk mengeluarkan data tidak relevan tersebut dari daftar mesin pencari
(right to delisting), namun perlu dipahami bahwa data tersebut masih tersimpan dalam
sistem direktori milik media online yang pernah memberitakan. Right to delisting ini
berpotensi menimbulkan sengketa karena bersinggungan dengan kemerdekaan pers
yang dijamin oleh Pasal 4 UU Pers.
Menurut Kejaksaan Agung, permintaan penghapusan data yang tidak relevan tidak
harus melalui penetapan pengadilan jika PSE tidak berkeberatan menghapus data yang
tidak relevan tersebut. Pasal 4 UU Pers menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian dari
hak asasi warga negara, sehingga penetapan pengadilan hanya diperlukan jika PSE
berkeberatan menghapus data tersebut atas dasar kemerdekaan pers. Direktorat Tata
Kelola Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Dit. TKAI Kominfo) dan Direktorat Pengelolaan Media,
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Dit. PM Kominfo) juga menambahkan jika di kemudian hari terdapat
sengketa atas perintah penghapusan tersebut, maka PSE dapat mengajukan gugatan
kepada pemohon melalui pengadilan yang mengeluarkan perintah penghapusan
tersebut sehingga tercipta peradilan yang bebas dan tidak memihak (fair trial).
Sebaliknya, Akademisi FH UI menyatakan siapa pun yang menguasai data orang
lain tanpa persetujuan dari yang bersangkutan atau tidak ada legitimate interest, maka
8
Pasundannews.com, “Penetapan Bersejarah Right to Be Forgotten di Indonesia”,
https://pasundannews.com/penetapan-bersejarah-right-to-be-forgotten-di-indonesia/, diakses pada 1 November
2021.
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
66 Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat
Jenderal DPR RI