Page 93 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 93
Beberapa hal yang dijelaskan dalam SKB UU ITE terkait unsur delik Pasal 27 ayat (1) UU
ITE disajikan pada Tabel 36 sebagai berikut:
Tabel 36.
Pedoman Implementasi Pasal 27 ayat (1) UU ITE dalam SKB UU ITE
UNSUR DELIK PEDOMAN IMPLEMENTASI SKB UU ITE
PASAL 27 AYAT (1)
UU ITE
“mendistribusikan 1. Konten melanggar kesusilaan yang ditransmisikan dan/atau didistribusikan
dan/atau atau disebarkan dapat dilakukan dengan cara pengiriman tunggal ke orang
mentransmisikan” perseorangan maupun kepada banyak orang (dibagikan, disiarkan, diunggah,
atau diposting)
2. Fokus perbuatan yang dilarang pada pasal ini adalah pada perbuatan
mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi/dokumen elektronik bermuatan melanggar kesusilaan, dan bukan
pada perbuatan kesusilaannya itu sendiri.
“membuat dapat 1. Disebut melakukan perbuatan “membuat dapat diaksesnya” jika pelaku
diaksesnya” sengaja membuat publik bisa melihat, menyimpan ataupun mengirimkan
kembali konten melanggar kesusilaan tersebut.
2. Contoh perbuatan membuat dapat diaksesnya ini adalah mengunggah konten
dalam status media sosial, tweet, retweet, membalas komentar, termasuk
perbuatan membuka ulang akses link atau konten bermuatan kesusilaan yang
telah diputus aksesnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, tetapi
dibuka kembali oleh pelaku sehingga menjadi dapat diakses oleh orang
banyak. Jadi perbuatan “membuat dapat diaksesnya” adalah perbuatan aktif
yang sengaja dilakukan oleh pelaku.
“muatan yang 1. Dalam arti sempit dimaknai sebagai muatan (konten) pornografi yang diatur
melanggar dalam UU Pornografi dan/atau delik yang berkaitan dengan kesusilaan
kesusilaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 281-Pasal 282 KUHP.
2. Dalam arti luas dapat diartikan sebagai konten yang berisi sesuatu hal yang
oleh masyarakat dianggap melanggar aturan sosial baik tertulis maupun tidak
tertulis yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.
3. Tidak semua pornografi atau ketelanjangan melanggar kesusilaan, dan harus
dilihat dari konteks sosial dan budaya dan tujuan muatan tersebut.
Meskipun SKB UU ITE berusaha menjadi solusi tercepat dalam penyamaan
persepsi penegakan hukum diantara APH, namun SKB UU ITE belum dapat
menyelesaikan masalah utama yang ada pada penormaan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Akademisi FIF Universitas Telkom mengusulkan adanya sistem panel untuk menentukan
suatu konten melanggar norma kesusilaan atau tidak, terutama untuk permasalahan
kesusilaan non-pornografi yang masih dalam wilayah “abu-abu” (subjektif) misalnya
ucapan kasar dan hal-hal yang tidak etis di masyarakat tertentu. Selain itu, Akademisi FH
Unri, Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur (Diskominfo Jatim), dan
Polda Sumut menyarankan adanya penjelasan yang lebih spesifik terkait frasa
“melanggar kesusilaan” dan diberikan kriteria yang mencakup batasan secara umum
untuk mencegah terjadinya multitafsir.
Mengacu pada permasalahan tersebut maka ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE
belum memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur
dalam Pasal 5 huruf f UU PPP, asas kejelasan rumusan yang akan dijelaskan lebih lanjut
pada Tabel 37 berikut:
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI 71