Page 305 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 305

Susanto Polamolo
            Elnino M. Husein Mohi
            PERDEBATAN PASAL 33
            DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945


            usulan redaksional atas Pasal 33 yang kental dengan perspektif
            hukum. Alasan yang dikemukakan pula dalam ukuran sosiologis
            di mana Pasal 33 menurutnya erat berpaut dengan aspek hidup
            masyarakat yang tidak hanya sekadar kalkulasi ekonomi.
                  Tak jauh berbeda dengan pandangan Sandra Moniaga,
                                                                   101
               dukung lingkungan hidup dan fungsi ekosistem, pencegahan konflik sosial, dan kepentingan
               umum lainnya melalui proses yang adil dan benar. Due process and just process.
            Rumusan Pasal 33 ayat (4) seperti tercantum dalam Tap Nomor XI menurut hemat kami tidak
               diperlukan lagi karena sudah diatur di dalam ayat (1), (2), (3) di atas.
            Sementara Pasal 33 ayat (5) kami mengusulkan: “Perekonomian nasional senantiasa menjaga
               dan meningkatkan fungsi ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup. Memperhatikan
               dan menghargai hak-hak masyarakat adat serta menjamin keadilan rakyat antar daerah”.
            Pasal selanjutnya 34 ayat (2) kami usulkan: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
               seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang marginal dan tidak mampu sesuai
               dengan martabat kemanusiaan dan didasari prinsip-prinsip kemandirian”.
            Pasal selanjutnya negara kami usulkan: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
               pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum lainnya yang layak”.
            101   …Jadi, ada sebagian dari anggota Koalisi Ornop yang fokus pada isu ekonomi. Karena juga
               dalam isu Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial ini mencakup juga isu kelestarian
               lingkungan.
            Pada dasarnya tadi telah disampaikan oleh rekan kami Bambang, bahwa usulan dari MPR tentang
               Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial sebagaimana ditetapkan dalam Tap XI.
               Itu agak ambivalen. Untuk Pasal 34 misalnya, itu cukup menarik, cukup baik dan lebih tegas
               mengatur kewajiban atau tanggung jawab negara dalam mengembangkan sistem jaminan
               sosial serta penyediaan fasilitas kesehatan dan lain-lain. Kalau kita bandingkan dengan
               rumusan di Pasal 34 Undang-Undang Dasar yang asli. Tapi, tidak demikian dalam rumusan
               tentang Perekonomian Nasional dari Pasal 33. Menurut kami, MPR telah terbukti tidak cukup
               kritis dan peka dalam merumuskan dan menilai dengan mengabaikan realita kegagalan dari
               sistem perekonomian nasional yang telah dibangun 30 tahun terakhir.
            Saya pikir fakta, bahwa saat ini kita sedang menghadapai kebangkrutan nasional. Fakta bahwa
               kita punya utang luar biasa, yang kalau mau dibilang utang tak layak lagi. Kalau sudah mau
               dibilang, kalau nanti Mbak Bini bisa menambahkan bagaimana debt service ratio Indonesia
               sudah tidak rasional lagi. Fakta bahwa jumlah masyarakat yang miskin itu bertambah. Bahkan
               dari laporan UNDP, Human Development Index Indonesia itu, ke berapa di dunia? Termasuk yang
               terpuruk ya, termasuk yang sangat memalukan, ke-58. Dan, yang paling juga menyedihkan
               kerusakan lingkungan, banjir 2 tahun terakhir bukan bencana alam, itu bencana kemanusiaan.
               Saya pikir, yang terjadi di Sumatera, di Jawa. Harusnya itu sudah menjadi peringatan bagi
               Bapak-Bapak, Ibu-Ibu di MPR tentang kebobrokan sistem perekonomian negeri ini.
            Anehnya, bukan kritik terhadap politik ekonomi Orde Baru yang sangat menganut aliran neo-liberal,
               tapi malah mengganti Pasal 33 yang lebih berasaskan kerakyatan. Jadi, adanya kata-kata
               efisiensi, ada kata-kata demokrasi ekonomi, misalnya. Itu, menurut kami, itu menunjukkan
               ketidakpekaan atau mungkin tidak ketidakpahaman anggota MPR tentang retorika dari
               ekonomi neo-liberal.
            Jadi, dalam konteks ini sebenarnya kami ingin menekankan bahwa rumusan-rumusan yang ada
               itu mencerminkan bahwa anggota MPR menginginkan politik ekonomi yang seperti sekarang
               dijalankan lagi, terus-menerus…


                                       244
   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310