Page 232 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 232
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
perempuan dan telah menunjukkan bahwa caleg perempuan sulit
mendapatkan 30 persen angka dari Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).
Mayoritas caleg pada Pemilu 2004 pun (87,5 persen) hanya berhasil
meraih suara tak lebih dari 10 persen. Pada caleg yang tak mencapai
255
angka BPP, diberlakukanlah mekanisme nomor urut. Hal ini berlaku
untuk seluruh calon anggota DPR dan DPRD.
Padahal sejak tahun 2003 sudah diatur mengenai kuota 30%
untuk perempuan yang diakomodir dalam UU Nomor 12 tahun
2003 tentang pemilihan umum. Pasal 65 ayat (1) UU No. 12/2003
...untuk setiap Daerah menyebutkan, “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan
Pemilihan dengan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan
memperhatikan
perempuan sekurang-kurangnya 30%.”
keterwakilan Masuknya pasal ini tidak lepas dari pressure group yang terus
perempuan sekurang- memberikan masukan kepada Panitia Pemilihan Umum (Pansus RUU
kurangnya 30%. Pemilu) di DPR, di antaranya Gerakan Perempuan Peduli Indonesia
(GPPI) yang terus mendorong untuk mengupayakan perubahan paket
undang-undang bidang politik. Pada kenyataanya saat penetapan
256
hasil Pemilu 2004hanya 65 perempuan yang masuk sebagai anggota
legislatif dari 550 yang terpilih dari hasil pemilu tersebut.
Dapat dikatakan bahwa pengaturan tentang affirmative action
dalam UU No. 12/2003 belum efketif untuk meningkatkan keterwakilan
perempuan di legislatif.
257
Menjelang pemilihan umum 2009, DPR kembali sibuk untuk
menyusun peraturan-peraturan terkait dengan pemilihan umum.
Permasalah gender tetap menjadi perhatian untuk mendorong
peningkatan partisipasi perempuan dalam legislatif.
Prinsip kesetaraan gender, khususnya yang mengatur tentang
peran perempuan dalam partai politik turut diakomodasi dalam UU
No. 2 tahun 2008, khususnya pada pasal 20. Untuk kepengurusan
partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, disusun dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30 persen,
yang diatur dalam AD dan ART partai politik masing-masing.
Setiap kepengurusan partai politik menurut sistem yang
dianut oleh UU tersebut diamanatkan untuk memperoleh komposisi
255 Ibid, hlm 141
256 Sali, Susiana, Op. Cit., hlm. 31.
257 Ibid, 37.
dpr.go.id 228

