Page 284 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 284
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
memulainya kembali, proses pembahasan harus dimulai lagi sejak
tahapan penyerahan draf RUU ke Komisi II, hingga ke Panja, Baleg,
dan tahapan selanjutnya.
Namun demikian, seperti halnya pada periode 2004-2009,
proses pembahasan RUU Keistimewaan DIY kembali tersendat. Hingga
September 2010, pemerintah belum kunjung mengajukan kembali draf
RUU itu ke DPR. Hal ini akhirnya menimbulkan kembali seruan untuk
mengadakan referendum di Yogyakarta.
Sebelumnya, beberapa anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
sempat mengusulkan agar RUU DIY dijadikan usul inisiatif DPR untuk
menyingkat waktu. Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR dari
Fraksi Golkar Burhan Napitupulu saat Rapat Kordinasi Baleg DPR RI
dengan seluruh Pimpinan Komisi DPR tanggal 9 Februari 2010.
Menanggapi tidak kunjung selesainya pembahasan RUU
Keistimewaan DIY, pada 28 September 2010, Sultan Hamengkubuwono
X mengatakan bahwa penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur
DIY melalui pemilihan secara langsung harus disepakati oleh rakyat
Yogyakarta melalui referendum.
Pembahasan RUU Keistimewaan DIY yang tidak selesai
kemudian bahkan terbawa hingga ke arah isu pertentangan pusat
dan daerah. Ini terjadi setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) mengatakan bahwa, “Tidak mungkin ada sistem monarki
yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi”.
Pernyataan itu disampaikan Presiden SBYpada Rapat Terbatas tentang
perkembangan empat RUU yang akan diselesaikan oleh pemerintah,
termasuk RUU Keistimewaan Yogyakarta tanggal 26 November 2010.
Argumen Presiden SBY tersebut sepertinya didasarkan pada
Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 yang mengatur
Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat 4 menyebutkan:
“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis”.
Kata-kata “demokratis” inilah yang ditafsirkan kontras dengan
posisi Sultan HB X sebagai pewaris monarki Yogyakarta secara budaya.
Akan tetapi, ayat tersebut tidak menjelaskan secara teknis apa yang
dimaksud “dipilih secara demokratis”. Sebagai perbandingan, pada
ayat 3 pasal yang sama disebutkan bahwa anggota Dewan Perwakilan
dpr.go.id 280

