Page 39 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 39
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
kemiliteran, hal ini kemudian terlihat dari beberapa tindakan ABRI
dalam berpolitik, yang direalisasikan oleh adanya fraksi ABRI di
lembaga dewan perwakilan rakyat (DPR) pada masa Orde Baru, serta
adanya perwira-perwira tinggi militer kala itu yang masuk kedalam
jabatan-jabatan badan usaha dan kementerian strategis negara. Seperti
pada fenomena Ibnu Soetowo yang pada masa kepemimpinan Presiden
Soeharto menjadi pimpinan Pertamina serta beberapa jajaran perwira
tinggi yang masuk kedalam jajaran pimpinan Kementerian pada masa
kekuasaan Orde Baru.
Keempat, Orde Baru mendasarkan dirinya pada kekuatan baru
yang kuat dengan basis kapitalisme berteknologi tinggi dari barat dan
Jepang yang berkolaborasi dengan aristokrasi baru pribumi. Hal ini
...pasca peristiwa Malari sendiri terekam terutama pada pasca peristiwa Malari 1974, dimana
1974, dimana kala itu kala itu Jepang menjadi role model pertumbuhan ekonomi politik
Indonesia, dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara
Jepang menjadi role
barat lainnya yang menekankan pada sistem ekonomi atau usaha yang
model pertumbuhan bebas dari politik serta intervensi negara. Serta Kelima, Orde Baru
ekonomi politik memiliki pola dalam memberikan toleransi terhadap jaringan bandit
Indonesia... di nusantara, yang kemudian terepresentasikan pada bajak, jagoan,
atau preman, yang kemudian disimbolkan dalam sejarah kita, seperti
pada kisah Ken Arok.
44
Terlepas dari banyaknya sebab dan pendapat dari para ahli
tersebut, Salah satu hal yang kemudian kemudian menjadi sorotan yang
menarik adalah bagaimana kemudian rezim dari Presiden Soeharto,
yang dapat secara sistemik terus bercokol dalam lingkup kekuasaan
di pemerintahan republik Indonesia selama 32 tahun dapat kemudian
berakhir runtuh. Meruntut kepada beberapa pembahasan yang ada,
krisis ekonomi bisa dikatakan sebagai salah satu titik puncak yang
menjadi antitesis dari rezim yang telah lama bertakhta tersebut, hal ini
kian ditambah dengan keroposnya pranata sosial politik akibat adanya
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang melingkupi sistem yang sedang
berjalan, yang pada akhirnya membuat masyarakat dan khalayak ramai
menjadi jengah dan mengambil jalur demonstrasi-demonstrasi jalanan
serta kerusuhan sebagai bentuk protes serta dorongan untuk meminta
Presiden Soeharto agar turun dari singgasana kePresidenannya.
Di mata dunia sendiri, peristiwa pengunduran diri Soeharto
pada hari Kamis 21 Mei 1998 segera menjadi berita yang besar, di
44 Y.B Mangunwijaya, “Indonesia Problems and Prospects”, dalam R. William Liddle (Ed.), Crafting
Indonesia Democracy, Bandung : Mizan-LIPI-Ford Foundation, 2001. Hal. 85-86.
dpr.go.id 32