Page 41 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 41
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
imaginasi kebanyakan rakyat Indonesia, namun juga telah membawa
harapan dan kemungkinan baru bagi bangsa Indonesia untuk dapat
kembali menata diri guna dapat mewujudkan kehidupan politik yang
lebih terbuka dan demokratis guna mencapai harkat kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur. Optimisme seperti gambaran di
atas tersebut begitu membuncah kala itu, dan menyebar secara cukup
merata di banyak kalangan, terutama di minggu-minggu awal selepas 21
Mei 1998, hari dimana euforia politik kemudian berawal dan reformasi
menjadi keyakinan yang dianggap sahih dan bermakna. 46
2.4. Sidang Istimewa MPR dan Upaya
Penghapusan Dwifungsi ABRI
Menilik pada rekam jejak setelah terjadinya peralihan kekuasaan
dari kekuasaan pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru) ke
pemerintahan baru, yang jamak dinamakan dengan masa reformasi,
Aspinall , seorang Indonesianis terkemuka mengatakan bahwa periode
47
reformasi merupakan saat-saat dimana terjadi perubahan demokratis
secara signifikan di Indonesia. Banyak ide-ide dan inisiatif yang
mendorong reformasi agar terus bergulir, di sisi lain situasi ini juga
memberikan pengharapan akan munculnya perilku kehidupan yang
demokratis dan sesuai dengan kehendak rakyat.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang kemudian melandaskan
hal ini antara lainnya : (1) Merebaknya perasaan antusiasme terhadap
reformasi; (2) Kepercayaan khalayak akan krisis ekonomi yang
berurat akar pada Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang menggejala serta
merebak pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, serta kurangnya
partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap hal
tersebut, utamanya dalam proses sosial politik yang ada, sehingga
tata cara demokratis diyakini menjadi sebuah solusi akan segala hal
tersebut (3) Perpecahan dan ketidakseragaman dari elite politik yang
kemudian berkuasa. Beragam faktor ini kemudian dapat tercermin dari
fenomena munculnya banyak partai politik baru, kebebasan berserikat
dan berpendapat, kebebasan pers, dan sebagainya, yang merupakan
ciri-ciri dari penerapan nilai-nilai demokrasi dalam bernegara.
46 Cornelius Lay, “setelah Soeharto jatuh”, laman pengantar dalam Geoff Forrester dan R.J May,
Jatuhnya Soeharto, Jakarta : AJI, 1999.
47 Hartuti Purnaweni, Op.Cit., Hal. 122. Selain itu, untuk lebih jelasnya mengenai hal ini, lihat juga
Edward Aspinall (eds). Titik Tolak Reformasi: Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto. Yogyakarta
: LkiS, 2000.
dpr.go.id 34