Page 51 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 51
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Kemenangan-kemenangan tersebut tentunya menegaskan
dominasi militer di dunia perpolitikan di Indonesia, hal ini juga membawa
pengaruh signifikan bagi konsep politik di Indonesia, dimana ABRI atau
militer pada masa tersebut juga merupakan kekuatan politik yang perlu
untuk diperhitungkan dalam setiap perhelatan politik akbar di Indonesia
pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. ABRI,
pada masa tersebut juga menjadi salah satu ikon dan aspek penting
dalam perjalanan kepemimpinan negara Indonesia pada saat itu, yang
kemudian terekam dari beberapa perwira tinggi militer pada saat itu
yang masuk menjadi pejabat tinggi dibeberapa kementerian dan lembaga
yang ada dipemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden
Soeharto.
Di sisi lain, apabila diamati lebih lanjut, gagasan-gagasan kritik
yang dikemukakan oleh para aktivis reformasi dan mahasiswa tersebut
sendiri kala itu pada dasarnya sederhana, Denny J.A mengemukakan
63
bahwa sebenarnya gerakan ini bermuara pada penekanan demokrasi
yang memisahkan peran antara para pengambil kebijakan politik dan
pelaksana kebijakan politik. Pengambil kebijakan politik bertanggung
jawab penuh atas pilihan yang kemudian Ia lakukan karena turut
langsung mempengaruhi kehidupan daripada rakyat banyak, dan rakyat
banyak itulah yang seharusnya memilih para pengambil kebijakan politik
untuk memilih siapa yang kiranya Ia percayai untuk memegang kuasa
tersebut.
Hal ini kemudian tertuju pada politisi yang memeriahkan pemilihan
umum, yang dimana apabila rakyat tidak menyetujui mereka, maka
mereka otomatis tidak akan mendapatkan kuasa tersebut karena tidak
dipilih atau terpilih. Sedangkan, para pelaksana kebijakan politik, dalam
hal ini baik pegawai negeri sipil ataupun militer, dalam pandangannya,
tidak boleh untuk ikut dalam berpolitik karena jasa mereka akan
digunakan oleh para pengambil kebijakan politik yang telah lolos dan
di pilih oleh rakyat banyak dalam pemilihan umum. Hal ini dikarenakan
para politisi yang lolos tersebut selalu membutuhkan mesin birokrasi
dan keamanan untuk dapat mengambil dan merealisasikan kebijakan
yang telah mereka sepakati. Oleh karena itu, tidak ikutnya para pelaksana
kebijakan politik dalam ranah pemilihan umum dan pesta demokrasi
sebagai sang pengambil kebijakan merupakan etika yang lumrah di
berbagai belahan dunia dan lazim pada masa kontemporer saat ini.
63 Denny J.A, Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia., Yogyakarta : LkiS, 2006. Hal.
53-54
dpr.go.id 44