Page 13 - MAJALAH 100
P. 13
arena ada indikasi target tidak bisa dicapai, 2012 lalu, total impor pangan senilai Rp. 81.5 Triliun,
kemudian pemerintah merevisi target disinyalir kartel importer bahan pangan mengambil
Kproduksi padi 2012 menjadi 67,824 juta ton sekitar 30 persen keuntungan pertahun atau sekitar
GKG (setara 37,98 juta ton beras) pada 2012. Tahun Rp. 11.3 Triliun
2013 sebesar 72,063 juta ton GKG (setara 40,35 juta
ton beras) dan pada 2014 sebesar 76,567 juta ton GKG Melihat besarnya keuntungan kartel tersebut,
(setara 42,87 juta ton beras). DPR menegaskan perlu adanya pembatasan impor.
Kemudian disisi lain, impor bukan menjadi suatu solusi
Itu baru salah satu dari lima bahan pokok, seperti jangka panjang dalam menurunkan harga kebutuhan
beras yang targetnya selalu berubah-ubah, yang bahan pokok. “Saya mendukung impor namun dengan
lebih mengenaskan lagi di sektor kedelai, gula, syarat dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam
daging dan jagung. Untuk sektor kedelai produksi negeri tidak tercukupi dan itu tindakan sesaat saja
rata-rata kedelai domestik pertahun hanya mencapai bukan kebijakan jangka panjang yang dibuat oleh
880.000 sedangkan kebutuhan akan kedelai sebanyak Pemerintah,” ujar anggota DPR Dewi Coryati.
2.2 juta. Sementara berdasarkan data tahun 2012,
kebutuhan kedelai nasional tahun 2012 sebanyak 2,4
juta ton. Angka tersebut tercukupi dengan 70 persen Pemerintah kita harapkan juga jangan
impor (1,25 juta) dan sisanya produksi dalam negeri sampai disetir oleh kepentingan kartel
sebanyak 779.800 ton kedelai.
pangan untuk menambah kuota impor
Melihat angka tersebut, kita tentu berpikir bahwa
masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan demi menstabilkan harga.
untuk swasembada kedelai. Guna mencapai target
memang diperlukan sinergi nasional guna mencapai
kemandirian nasional, selain itu adanya komitmen Pemerintah kita harapkan juga jangan sampai
dan dukungan dari para akademisi, pelaku usaha dan disetir oleh kepentingan kartel pangan untuk
pemerintah Indonesia. menambah kuota impor demi menstabilkan harga.
Sebelumnya, pemerintah pernah menjanjikan
swasembada kedelai pada 2008 silam. Namun jelang
tiga tahun setelahnya, swasembada kedelai pun
tidak tercapai. Malah produktivitas kedelai pada 2011
menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya. Yang
lebih mengherankan Pemerintah juga berjanji pada
tahun 2014 kita akan swasembada kedelai, hal ini
mencerminkan langkah pemerintah yang terkesan
terburu-buru dimana seharusnya menyiapkan seluruh
infrastruktur yang ada, termasuk perijinan, insentif,
maupun bantuan langsung untuk para petani, pelaku
usaha di bidang kedelai.
Kondisi ini semakin diperparah adanya dugaan
kartel di sektor kedelai, seperti yang disampaikan
oleh KPPU belum lama ini, mereka mencurigai bahwa
praktik kartel kedelai di Indonesia memungkinkan
terjadi karena supply and demand yang tidak berjalan Impor bebas hanya akan menguntungkan kartel
seimbang. Namun KPPU belum bisa memastikan
praktek kartel tersebut, karena itu perlu adanya tim pangan dan merugikan petani serta konsumen.
Selain itu, kartel pangan juga sering memanfaatkan
investigasi lapangan yang memantau tata niaga
kedelai. kelemahan pemerintah. Seperti lemahnya akurasi
data pangan, sebagaimana sering terjadi dalam sensus
Lemahnya Undang-Undang cadangan sapi nasional. Bisa disimpulkan agar pangan
nasional terjamin, pemerintah tak cukup melakukan
Seperti kita ketahui, maraknya praktek dugaan pembatasan impor, namun juga harus bertindak tegas
kartel merupakan salah satu refleksi dari lemahnya menghapuskan kartel-kartel pangan.
UU Anti Monopoli Indonesia. Saat ini kita memiliki
UU No. 5 tahun 1999 namun aturan tersebut masih Berbicara mengenai kenaikan harga sapi, Pengamat
lemah dalam mencegah praktik kartel tersebut. Tahun ekonomi Ichsanudin Noorsy mengatakan, persoalan
PARLEMENTARIA EDISI 100 TH. XLIII, 2013 13