Page 22 - MAJALAH 100
P. 22
Kita akui bahwa persoalan kartel merupakan harganya semakin melonjak tetapi pemerintah tidak
bentuk warisan rezim Orde Baru dan diwariskan bisa menahan harga tersebut. Padahal pola konsumsi
oleh beberapa generasi pemerintahan di Indonesia, daging Indonesia tidak terlalu tinggi dibandingkan
karena itu perlu adanya pengaturan yang kuat serta dengan Negara lain seperti Malaysia. Jadi apakah
pengelolaan kebijakan pemerintah untuk memutus ada faktor lain yang menyebabkan persoalan ini,
potensi kartel dalam komoditas pangan. Disisi lain, kita akui memang ada rumor harga daging ada yang
guna mengatasi persoalan kartel, pemerintah melalui memainkan karena Indonesia belum swasembada.
Kementerian Perdagangan harus mampu mengatur Kita memang bisa memenuhi dengan cara impor
tata niaga sehingga tidak tercipta pemain komoditas namun potensi terjadinya kartel juga bisa saja melalui
skala kecil maupun besar. Kartel tercipta apabila mekanisme impor yang dilakukan oleh sejumlah
pelaku usaha komoditas hanya dikuasai oleh segelintir pemilik modal.
kelompok. Berikut wawancara Parlementaria dengan
Dewi Coryati (F-PAN) terkait persoalan Kartel dan Bagaimana Standarisasi pangan di Indonesia?
swasembada pangan di Indonesia.
Kita boleh saja impor apabila kebutuhan dalam
Bagaimana Ibu melihat peran Kartel dalam negeri tidak tercukupi, seharusnya impor itu adalah
berbagai sektor pangan kita? tindakan yang sesaat tetapi bukan kebijakan jangka
panjang yang dibuat kecuali pangan di Indonesia
Saya kurang tahu persis apakah kartel itu ada atau tidak optimal seperti pangan kedelai kita tidak
tidak, namun faktanya di komoditas daging kok bisa optimal karena iklim atau cuacanya tidak ideal untuk
menghasilkan kedelai yang baik.
Untuk diversifikasi pangan lebih bagus kita
mendorongnya untuk mengembangkan sektor umbi-
umbian. Kita tahu, bahwa ada paradigma makan
nasi lebih bergengsi dibandingkan yang lain namun
dikampung saya mulai mendorong terciptanya
diversifikasi pangan dengan menanam umbi-umbian
untuk konsumsi sehari-hari penduduk.
Karena impor kebijakannya hanya sesaat,
pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian
harus menerapkan kebijakan yang bisa diterapkan di
lapangan misalnya apabila ingin swasembada daging
harus diiringi dengan kebijakan penggemukan sapi,
karena hal itu memiliki multiflier efek besar, seperti
penyerapan tenaga kerja, resource makan ternak
semakin berkembang karena mereka membutuhkan
jagung, rumput-rumputan dan segala macamnya.
Pemerintah harusnya seperti itu jadi bukan
melakukan impor daging yang hanya memiliki
nilai tambah sedikit, kalau cuma melakukan
impor daging saja itu sudah selesai sampai disitu
dan tidak menimbulkan multiflier efek, karena
memang menyenangkan importir. Impor daging
Untuk diversifikasi pangan lebih bagus kita mendorongnya untuk
mengembangkan sektor umbi-umbian. Kita tahu, bahwa ada paradigma makan
nasi lebih bergengsi dibandingkan yang lain namun dikampung saya mulai
mendorong terciptanya diversifikasi pangan dengan menanam umbi-umbian
untuk konsumsi sehari-hari penduduk.
22 PARLEMENTARIA EDISI 100 TH. XLIII, 2013