Page 53 - MAJALAH 122
P. 53
pembuatan jaket dan kaos yang membawanya pada kesuksesan
marak di Bandung. Usaha konveksi karir profesional dan politik.
itu lumayan untuk me ngisi kantong
dan menutupi kebutuhan hidup se- Tahun 1991, Hafisz menamatkan
hari-hari. “Saya mulai bertekad cari studi arsitekturnya di UNPAR Ban-
kerjaan kecil-kecilan. Misalkan ada dung. Selain Hafisz, banyak alumni
orang yang ingin membikin jaket, UNPAR yang menjadi figur publik.
baju, atau kaos saya ambil penger- Para adik kelasnya yang tercatat
jaanya,” ujar Wakil Ketua MPI-KNPI pernah kuliah di UNPAR, di anta-
2010-2015 ini. ranya Bima Arya (Wali Kota Bogor),
Maruarar Sirait (politisi PDI Perjua-
dahulu. Jadi Hafisz masih trau- B a nd u n g s end i r i s e b e t u l- ngan), Asep Warlan (ahli hukum
ma dan takut belajar berenang. nya bu kan kota yang asing ba- tata negara), dan Olga Lydia (artis).
g i anggot a ICMI pusat itu. Selepas kuliah, Hafisz hijrah ke Ja-
Akhirnya, ia disarankan ibundanya Ke be tulan kakandanya, Hatta Rajasa karta untuk memulai karir profe-
untuk mengambil jurusan arsitek- mantan Menko Perekonomian, juga sionalnya se bagai arsitek. Tercatat,
tur. Sang ibu ingin melihat Hafisz pernah menuntut ilmu di ITB, Ban- ia pernah berkerja di perusahaan
mampu membangun gedung-ge- dung. Pengetahuan dan pengalaman Jerman tahun 1991.
dung bertingkat. “Ibu saya senang hidup di Bandung, ia timba pula dari
sekali melihat gedung-gedung sang kakak. Selama manjadi maha- Mantan aktivis HMI ini pernah pula
tinggi di luar negeri. Lalu, kenapa siswa, pemuda Hafisz aktif beror- menjadi staf konsultan di PT. Ar-
di Indonesia tidak bisa membangun ganisasi. Kapasitas intelektualnya siplan (1991-1992). Lalu pada 1992-
gedung-gedung seperti itu,” ungkap terus terasah. Berdialog tetang 1993 menjadi architect partner di
Hafisz. isu-isu strategis dan aktual hampir PT. Desa Kota Infra dan berlanjut
setiap hari ia lalukan bersama para menjadi manajer proyek di peru-
Tahun 1985 setamat SMA, pemuda aktivis kampus. sahaan yang sama pada 1993-1994.
Ha fisz memilih Bandung sebagai Bahkan, pada 1994, ia diangkat
kota tempatnya menuntut ilmu. Di luar kampusnya, pemuda Hafisz menjadi direktur hingga 1996. Di
Ia mengambil jurusan arsitektur aktif pula mengikuti kajian Islam sinilah karir profesionalnya sebagai
di Universitas Parahiyangan, Ban- di Masjid Salman, ITB. Di sinilah ia pengusaha dimulai.
dung. Lagi-lagi ia menimba ilmu bertemu dengan tokoh-tokoh Islam.
di lembaga pendidikan Katolik. Hafisz kerap mengikuti ceramah- Ketua Umum Angkatan Muda Sri-
Di Bandung ia pertama kali kos di ceramah Bang Imad (Imaduddin wijaya ini, akhirnya berkiprah di PT.
kawasan Kiara Condong. Melihat Abdurrohim) cendikiawan muslim Arthindo Utama, sebuah perusa-
masyarakat Bandung, tampaknya sekaligus pendiri Masjid Salman. haan pengeboran minyak. Posisi di-
sangat terbuka dengan budaya as- Dari Bang Imad-lah ia mengerti rektur, komisaris, hingga komisaris
ing. Berbeda dengan masyarakat tentang perpaduan antara teknolo- utama pernah didudukinya selama
Palembang yang kurang terbuka, gi dan teologi, antara sains mo- rentang 19962008. Hafisz juga per-
karena masih menjaga aturan adat dern dan Islam. Para aktivis Mas- nah menduduki jabatan Presiden
dan budaya. jid Salman, banyak yang menjadi Direktur PT. Avant Garde Visitek,
cendekiawan dan politisi. Direktur PT. Metrika Yasa,
Sarana dan fasilitas di Kota Bandung dan Direktur
jauh lebih lengkap daripada Palem- Pergaulan Hafisz semakin luas,
bang. Udaranya juga masih sangat kapasitas intelektualnya semakin
dingin. Berbeda dengan Palembang tajam, dan kemandiriannya se-
yang terasa panas. Pemuda Hafisz makin kuat. Kota Bandung telah
harus beradaptasi dengan lingku- membuka cakrawala pemikiran
ngan barunya terse but. Jauh dari ke- seorang Hafisz muda. Menjadi
luarga, membuatnya harus memulai aktivis kampus yang idealis ba-
hidup mandiri. Di kota inilah, ke- gian dari romantikanya. Kes-
mandirian Hafisz mulai dibangun. abaran dan ketekunan menun-
tut ilmu di Bandung, kelak
Untuk sekadar menyambung hidup,
Ha fisz muda kerap mengerjakan
PARLEMENTARIA EDISI 122 TH. XLV, 2015 53

