Page 16 - MAJALAH 119
P. 16
Presiden Pertama RI Soekarno dalam salah satu pida- hilang setiap tahun.
tonya pada tahun 1953 menegaskan pentingnya bangsa Di samping itu, kita juga belum pandai memanfaatkan
Indonesia menjadi bangsa pelaut. “Usahakanlah agar letak geografis Indonesia. Padahal, Konvensi Hukum
kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut Laut Internasional (UNCLOS) 1982, telah menetapkan
dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jon- tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai alur
gos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam pelayaran dan penerbangan oleh kapal atau pesawat
arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mem- udara internasional. Ketiga ALKI tersebut dilalui 45%
punyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai dari total nilai perdagangan dunia atau mencapai sekitar
armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut 1.500 dolar AS. Sayangnya, posisi geografis yang penting
menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.” itu belum kita manfaatkan dengan baik. Terbukti, kita
Pidato tersebut tampaknya sangat relevan untuk di- belum punya pelabuhan-pelabuhan transit bagi kapal
wujudkan pada pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla niaga internasional yang berlalu lalang di 3 ALKI tadi.
(2014-2019) sekarang ini. Pasalnya, hingga kini kita ma-
sih memiliki sejumlah masalah besar yang perlu segera Kembali ke Negara Maritim
diatasi sebelum kita mampu mewujudkan Indonesia se- Menanggapi hal itu, dalam pidato perdana sesaat
bagai poros maritim dunia. Restorasi maritim Indonesia setelah pengucapan sumpah di depan Sidang Paripurna
tak dapat ditunda lagi. MPR 20 Oktober lalu, Presiden Jokowi menegaskan, kita
Salah satu hal yang mencengangkan, kejahatan illegal harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengem-
fishing yang dilakukan oleh ribuan kapal asing terus saja balikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra,
marak terjadi. Data Badan Pemeriksa Keuangan (2013) laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita.
menunjukkan, potensi pendapatan sektor perikanan Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggun-
laut kita jika tanpa illegal fishing mencapai Rp. 365 gi samudra, memunggungi selat dan teluk.
triliun per tahun. Namun, akibat illegal fishing, menurut Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga
hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011), Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai
pendapatan tersebut hanya berkisar Rp. 65 triliun per semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali
tahun. Akibatnya, ratusan triliun rupiah devisa negara membahana.
16 PARLEMENTARIA EDISI 119 TH. XLIV, 2014