Page 30 - MAJALAH 95
P. 30
Tim Kunjungan Spesifik Komisi VI DPR RI mengunjungi sejumlah pasar tradisional di Jakarta dan Bogor
DPR ke Pasar Kramat Jati, belum lama ini. nya harus dikembalikan, dulu Bulog itu Stok dan Harga Relatif Stabil
Menurut Eric, produk kentang Cina ditekan IMF sehingga wewenangnya Tim spesifik Komisi VI DPR ke berbagai
bisa lebih murah dibandingkan dengan dikurangi,”ujarnya. pasar tradisional menilai kenaikan harga
produk lokal karena memang subisidi me- Sekarang ini, lanjutnya, harga cende- kebutuhan pokok strategis menjelang hari
reka sangat besar baik langsung maupun rung tidak karuan karena manajemen stok raya cenderung masih tahap wajar yaitu
tidak langsung. “Subsidi pertanian kita yang minim, dan hampir tidak ada peran sebesar 20-30 persen.
kecil dibandingkan dengan Cina dan USA, pemerintah disitu, sehingga semuanya di- “Kunjungan kita ke Pasar Kramat-
angkanya kita sekitar 14 persen sementara serahkan kepada mekanisme pasar bebas jati dan Anyer di Bogor bertujuan untuk
AS saja sudah mencapai 20 persen, dan sesuai prinsip supply dan demand. “karena melihat harga kebutuhan pokok di pasar
juga dibawah negara lainnya,”ujarnya. itu siapa yang bisa mempengaruhi suplai induk tersebut, karena selama ini seringkali
Dia menambahkan, karena kita masih dan demand itu yang akan menguasai harga kebutuhan pokok strategis me-
dikategorikan negara Berkembang maka pasar. namun memang ada kegagalan ngalami kenaikan yang tajam,”Ujar Ketua
sesuai aturan di WTO, Indonesia dimung- pasar disitu karena itu harus diintervensi Komisi VI DPR Airlangga Hartarto kepada
kinkan untuk mengeluarkan kebijakan oleh pemerintah dalam bentuk subsidi wartawan saat Kunjungan ke Pasar Induk
yang terkait kepentingan dalam negeri dan proteksi karena pastinya akan merugi- Kramatjati belum lama ini.
namun saat ini Indonesia tidak meng- kan rakyat kecil,”katanya. Di Pasar Anyer Bogor, lanjutnya, stok
gunakan privelegenya itu. “misalnya saja Saat ini seperti kita ketahui, Wacana dan harga relatif stabil misalnya saja untuk
menerapkan tarif barrier impor yang tinggi revitalisasi Perum Bulog terus mengemuka, daging mengalami kenaikan dari 28 ribu
untuk beberapa produk luar, saat negara setelah fungsinya dipangkas melalui Letter dan sekarang menjadi 30 ribu Rupiah
kita kita lebih rendah dibandingkan den- of Intent dengan Dana Moneter Interna- perkilonya.”Ini tidak banyak perbedaan
gan negara di Eropa,”Katanya. sional (IMF) tahun 1998 lalu, kini Bulog dibandingkan dengan Jakarta, artinya stok
Bahkan, lanjutnya, tarif barrier di Swiss diusulkan kembali mengurusi logistik aman menjelang lebaran,”paparnya.
bisa mencapai 20 persen sementara bahan pangan di Indonesia, tidak hanya Untuk harga telur, lanjutnya, harga
Indonesia, rata-rata mencapai 6 persen. beras. Selain itu, UU No. 7 tahun 1996 juga juga cenderung stabil termasuk kedelai
Saat ini tarif barier rendah sementara sudah tidak relevan lagi diterapkan. untuk tahu dan tempe memang mengala-
subsidi untuk sektor pertanian juga masih “UU harus dirubah dan tata niagapun mi kenaikan tetapi cenderung tidak tajam.
rendah, padahal WTO telah memberikan banyak yang berubah secara teoritis kita Membandingkan tahun lalu, ujarnya,
wewenang kita untuk memanfaatkan tinggal merubah UU yang lebih berat itu banyak sekali produk impor seperti dari
kebijakan itu. merubah permainan para kartel importir Cina, sementara produk lokalnya jarang
Untuk mengembalikan kewenangan yang sudah nyaman dan memperoleh ditemuin di berbagai pasar induk “Kenai-
Bulog, Wakil Ketua Komisi VI DPR Eric keuntungan dengan kondisi saat ini. me- kan harga saat ini tidak terlalu melonjak
Satrya Wardhana mendukung sekali mang secara jangka pendek seperti mem- termasuk cabai merah keriting, bawang,
dikembalikan wewenang Bulog seperti bebaskan bea masuk kedelai itu menyele- dan kentang. relatif suplai perekonomi-
sedia kala namun harus dalam bentuk saikan masalah namun kedepannya tidak annya berasal dari dalam negeri namun
Undang-Undang. “Bulog wewenang- memunculkan kemadirian kita,”ujarnya. suplai yang dikendalikan oleh dua perusa-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 1