Page 7 - MAJALAH 134
P. 7
ini memperbarui Permen ESDM
No.4/2014 sebelumnya. Permen ESDM angkanya tidak masuk. Butuh biaya pemerintah menolak UU dan tak
memberikan kelonggaran ekspor besar untuk mengekspor Minerba hasil mengeluarkan Perppu, berarti ada
mineral mentah tanpa pemurnian pemurnian,” ungkap Aryo. kekosongan hukum.
terlebih dahulu. Perlu terobosan kebijakan untuk Begitu pula sebaliknya, bila DPR
Ironis, pemerintah malah mem- mempermudah hilirisasi ini. “Tetapi, ternyata menolak Perppu, kekosongan
buat aturan yang menentang UU. ya bukan berarti pemerintah bisa pun terjadi. “Maka sifat revisi UU
Anggota Komisi VII DPR Satya dengan leluasa mengeluarkan Permen Minerba menjadi emergensi atau
Widya Yudha, menegaskan, DPR yang sudah jelas-jelas melanggar UU mengkhawatirkan, bila tidak segera
sudah berulang kali meneriakkan dengan membiarkan ekspor dalam kita benahi,” ujar Satya. Revisi ini sudah
pelanggaran UU Minerba oleh bentuk mentah. Kalau seperti ini terus, masuk dalam Prolegnas 2015. Saat ini,
pemerintah. Tapi, pemerintah masih kapan kita mau memastikan supermasi agenda revisi masih pada tahap usulan
saja memberi ruang renegosiasi untuk UU dilaksanakan,” tandasnya lagi. dan pandangan fraksi-fraksi.
pembangunan smelter dan ekspor Bila cepat disinkronisasikan ke
mineral mentah. Alasan pemerintah Baleg, lalu dibawa ke paripurna, maka
membuka kran ekspor, karena takut ada waktu dua kali masa sidang untuk
terjadi gelombang PHK yang menimpa menyelesaikan revisi UU Minerba ini.
pekerja tambang. Pemerintah juga Banyak poin penting dalam agenda
ingin memburu pemasukan dari pajak DPR sudah berulang revisi tersebut. Revisi ini sekali lagi
pertambangan. kali meneriakkan ingin menutup celah agar pemerintah
“UU Minerba tidak dipatuhi oleh tak menerbitkan Permen ESDM atau
pengguna UU. Ini, kan, mengecewakan pelanggaran UU Minerba PP yang bertentangan dengan UU
betul. Kita sudah bunyikan di dalam oleh pemerintah. Tapi, ini. “Sebetulnya UU Minerba ini
UU, tapi tidak dipatuhi oleh industri. pemerintah masih saja sudah sangat bagus. Tapi, yang kita
Kita sudah ingatkan pemerintah lihat di lapangan sering kali UU ini
bahwa ada pelanggaran UU. Banyak memberi ruang renegosiasi tidak diimplementasikan. Kita ingin
hal yang dilanggar, yaitu mengeluarkan untuk pembangunan menutup celah kekurangan dari UU
izin ekspor, melakukan relaksasi, smelter dan ekspor mineral Minerba,” ucap Aryo.
dan melakukan renegosiasi,” papar Sementara itu, Kurtubi (F-Nasdem)
politisi Partai Golkar ini. Menurut UU mentah menyerukan agar sistem kontrak
Minerba, renegosiasi diberikan hanya karya pertambangan segera diakhiri.
satu tahun setelah diundangkan (2010). Dalam sistem itu, negara ditempatkan
Nyatanya, pemerintah melakukan sejajar dengan kontraktor Minerba. Itu
renegosiasi hingga saat ini. sama saja menggadaikan kedaulatan
Sementara Anggota Komisi VII negara. Persoalan kontrak karya sudah
lainnya, Aryo Djoyohadikusumo Yang jelas, kata politisi dari dapil menjadi keprihatinan Kurtubi sejak ia
mensinyalir, keengganan para DKI III ini, harus ada hilirisasi Minerba belum menjadi anggota DPR RI. Dalam
pengusaha tambang untuk membangun di Indonesia. Aturan dalam pasal- UU Minerba, tidak jelas kepemilikan
smelter, lantaran cost-nya masih pasal pun nanti diperketat. Semua negara atas sumber daya mineral yang
terlalu mahal. Akhirnya, mereka tak perusahaan tambang yang beroperasi terkandung di perut bumi Indonesia.
bisa melakukan pemurnian di dalam di Indonesia harus membangun Untuk itu, perlu dipertegas dalam
negeri. Persoalan terberatnya adalah pemurnian, hilirisasi, smelter, pabrik revisi nanti.
pasokan listrik untuk membangun peleburan, dan lain sebagainya. Untuk Pengamat Minerba, Marwan
smelter. itu, akses dukungan keuangan dari Batubara juga sependapat bahwa
Untuk mendapatkan kelonggaran perbankan juga harus dipermudah. semua peraturan pemerintah yang
ekplorasi mineral dan ekspor sekaligus, Yang menjadi ironi, mengapa bertentangan dengan UU, harus
para pengusaha itu pun melobi pemerintah mengeluarkan PP dicabut. “UU-lah yang menjadi pe-
menteri. “Kita harus mengertilah atau Permen yang secara hirarki gangan,” katanya kepada Parle men-
bahwa banyak alasan mengapa para berada di bawah UU. Menurut Satya, taria. Soal poin penting revisi yang
pengusaha tidak melaksanakan UU bila pemerintah memandang ada paling mendesak adalah smelting
ini. Mereka pilih melobi Menteri ESDM kondisi darurat, bisa mengeluarkan dalam negeri, kontrak, renegosiasi,
supaya diperbolehkan ekspor tanpa Peraturan Pemerintah Pengganti dan pendapatan negara. Soal smelting
harus melakukan pemurnian. Ada UU (Perppu). Dan Pimpinan DPR, dalam negeri, harap Marwan, jangan
banyak alasan. Contohnya, bagi mereka lanjut Satya, bisa bertanya kepada sampai menggangu program hilirisasi (tim parle)
presiden pada forum konsultasi. Bila untuk peningkatan nilai tambah.
PARLEMANTARIA z EDISI 134 TH. XLVI - 2016 l 7

