Page 51 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 51
Menurut Williamson (2000), sistem kadaster dan SAP di berbagai
negara berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan situasi
sejarah, sosial, legal, kultural, ekonomi, institusional dan administratif.
Meskipun demikian, beberapa prinsip desain dan implementasi
infrastruktur administrasi pertanahan memiliki kesamaan. Misalnya
dalam kebijakan-kebijakan mengenai keadilan pertanahan; kebijakan
tenurial; kadaster dan administrasi pertanahan; institusional;
infrastruktur data spasial; standar teknis; serta pengembangan sumber
daya manusia (Williamson, 2000). Disebutkan juga dalam publikasi
ini bahwa apabila Indonesia menginginkan SAP yang didukung oleh
sistem pendaftaran tanah, kadaster dan metode pengukuran dan
pemetaan sebagaimana yang berlaku di Australia, maka dibutuhkan
40.000 surveyor profesional dengan dukungan 30 universitas atau
lebih. Hal tersebut tidak mungkin bisa dipenuhi dalam jangka pendek
dan menengah, sehingga sangat diperlukan inovasi sebagai solusi
segera yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
2.1.6. Cadastre 2014 and Beyond
Pada tahun 1998, FIG menerbitkan
sebuah visi tentang sistem kadaster yang
bertajuk Cadastre 2014. Visi cadastre
2014 disusun untuk menghadapi tekanan
jumlah penduduk dunia yang semakin
besar. Pernyataan pertama dalam visi
tesebut adalah: sistem kadaster
haruslah lengkap, yang meliputi
seluruh bidang tanah, demi memberikan
kepastian hukum, baik terhadap hak
publik, maupun hak privat milik
masyarakat, termasuk pembatasannya.
Untuk memenuhi visi tersebut, proses
Gambar 2.9 Cadastre 2014 penetapan batas dan penetapan hak,
and Beyond
Sumber: Publikasi FIG No. 61 serta pendaftaran hak publik, diharapkan
(2014) menyerupai proses penetapan batas dan
penetapan hak privat, sehingga mampu memberikan jaminan hukum
yang memadai, sebagaimana kepastian hukum terhadap hak privat.
Penetapan batas dan penetapan hak publik dibutuhkan dalam rangka
24 Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
Dwi Budi Martono