Page 133 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 133
108 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
inovatif dalam mengakses tanah, sekaligus bergerak dalam mobilitas
mata pencaharian yang non-permanen. Mutopo menantang asumsi
bahwa perhatian Barat terhadap hak-hak individual terhadap tanah
adalah mekanisme terbaik bagi perempuan di Afrika.
Lebih lanjut, Mutopo menyatakan bahwa sesungguhnya justru
proses negosiasi dan tawar-menawar yang eksis di struktur patriarkis
dalam budaya kontraktual, yang memungkinkan perempuan bisa
mengakses tanah. Aktivitas di luar pertanian, misalnya perdagangan,
di Afrika Selatan menjadi suatu aktivitas utama yang dikerjakan
oleh perempuan. Arah akuisisi tanah cenderung menuju suatu
pencarian pasar baru di belakang batas nasional. Peran aksi kolektif
dan perwakilan perempuan dalam menghadapi tantangan tersebut
– terutama yang terkait erat dengan perdagangan di Afrika Selatan
–telah teruji sebagai titik tolak yang tepat dalam menganalisis
keseharian posisi perempuan terhadap tanah.
(VRP)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di http://www.tandfonline.com
I.40. Ojeda, Diana. 2011. “Whose Paradise? Conservation,
Tourism and Land Grabbing in Tayrona Natural Park,
Colombia”, artikel dalam International Conference on Global
Land Grabbing 6-8 April 2011. Land Deals Politics Initiative
(LDPI). Journal of Peasant dan University of Sussex.
Kata Kunci: Kolombia, paramiliter, kriminalisasi, ekoturisme, konservasi
Satu dasawarsa terakhir di Kolombia ditandai dengan perlawanan
terhadap reformasi agraria, yang telah memaksa pemindahan 4 juta
orang dari setidaknya 5,3 juta hektar tanah. Perampasan tanah berada
begitu dekat dengan paramiliterisme, produksi pertanian ilegal, dan
korupsi tingkat tinggi. Manakala perang terkait dinamika disposisi
secara luas dikenal sebagai penyebab penyerobotan tanah, logika
eksklusi dan penyerobotan dibalik proyek “hijau” (produksi biosolar
maupun ekoturisme) telah menyelundup dibalik isu konservasi,
mitigasi perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.