Page 129 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 129
104 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
Skema landreform memang tidak salah dan dinilai mendesak untuk
dilakukan serta sangat powerful untuk kampanye dan mobilisasi
massa, tetapi Borras dan Franco menganggap bahwa skema ini tidak
mungkin menjawab semua pertanyaan tentang ledakan investasi
tanah yang terjadi sekarang ini. Diperlukan kerangka yang inklusif
dan leksibel ketika kerangka landreform tidak cocok dilakukan.
Contohnya penduduk asli yang tidak meminta landreform, tetapi
restitusi/pengendalian wilayah, restitusi dan redistribusi lahan
pasca konlik. Perlu dipikirkan privelese rezim properti non swasta
yang mungkin ada tetapi juga tidak sekaligus menolak rezim
properti swasta ketika dibutuhkan dan tidak dapat dihindarkan.
Mengeksplorasi keragaman rezim properti; mempromosikan tetapi
tidak meromantisir ‘kepentingan umum’, menerima rezim properti
swasta bila diperlukan, dan tidak memperlakukannya sebagai
ancaman, sesuatu yang harus dihindari, dan selalu diinginkan.
(DWP)
Keterangan: Artikel merupakan koleksi pribadi (lucia_wulan@yahoo.com)
I.37. Mc Michael. 2012. The Land Grab and Corporate Food Regime
Restructuring. Journal of Peasant Studies 39(3-4) 681-701.
Kata Kunci: pangan, bioekonomi, pembangunan, neoliberalisasi
Dalam naskah ini mengulas perampasan tanah sebagai bentuk
restrukturisasi luas rezim perusahaan pangan, dari surplus pangan
menjadi deisit pangan. Proses perampasan tanah diawali dengan
menempatkan petani miskin sebagai produsen pangan murah
(ketahanan pangan), kemudian dengan dalih mengatasi krisis
pangan maka solusi terhadap kondisi tersebut adalah akusisi
tanah pertanian pangan secara luas (land grab), yang mengabaikan
keamanan pangan dalam negeri, ketidakstabilan penduduk,
lingkungan, dan iklim.
Perampasan tanah merupakan media yang digunakan melalui
dalih pembangunan untuk memperbaharui legitimasi (membangun
kesepakatan dan kode etik) dalam menghadapi gerakan ketahanan