Page 124 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 124
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 99
menyebabkan kompetisi yang tidak fair di antara kapitalis, dalam
hal ini dahu adalah yang paling dirugikan. Alih-alih memperbaiki
kegagalan pasar, intervensi pemerintah justru memperburuk
persoalan struktural yang fundamental. Sejarah China telah
menunjukkan pertanian skala besar tidak selalu yang paling eisien,
seperti yang terjadi pada kolektivisasi pertanian pada tahun 1960
dan 1970-an. Dengan demikian, praktik pertanian skala luas dalam
proyek pembangunan wilayah pedesaan baru telah memunculkan
kapitalisme agraria yang kapitalistik (monopolistic agrarian
capitalism). Kondisi ini seperti apa yang dikatakan oleh economist
Cina Mao Yushi, “working for rich people, while speaking on behalf
of poor people” (bekerja untuk orang kaya, sambil bicara atas nama
orang miskin).
(MYS)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di www.cornell-landproject.org
I.35. Lund, C. (2011). “Fragmented Sovereignty: Land Reform and
Dispossession in Laos.” Journal of Peasant Studies 38(4): 885-
905, http://www.tandfonline.com, diakses pada 29 Mei 2012.
Kata Kunci: Laos, pedesaan, kedaulatan, akses tanah, transformasi
Reformasi agraria, politik pertanahan, dan pemindahan tempat
tinggal di Laos telah mengubah sedemikian rupa akses masyarakat
terhadap tanah dan mata pencahariannya. Namun reformasi juga
mentransformasi subjektivitas politik dan kepemilikan atas tanah
menjadi suatu hal yang sangat dipertimbangkan oleh pemerintah Laos
pada suatu derajat yang belum pernah ada sebelumnya. Pengendalian
terhadap masyarakat, tanah, dan ruang telah mengkonsolidasikan
kedaulatan dalam suatu cara yang membuat pemerintah berperan
sedemikian rupa dalam relasi antara masyarakat dan tanah. Hal ini
mentransformasi relasi agraria.
Ada tiga kasus yang mendemonstrasikan bagaimana pelaku
usaha pedesaan mengakses tanah, yang sangat tergantung pada
bagaimana subjek kepemilikan dan subjek politik tersebut