Page 128 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 128

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  103


              konteks kunci dalam land grabbing yaitu ketahanan pangan, pengamanan
              energi, strategi mitigasi perubahan iklim, dan permintaaan sumberdaya
              alam oleh pusat-pusat kapital baru. Perkembangan yang ada sekarang
              ini adalah  munculnya  ‘lex crops’  yaitu  tanaman  pangan  yang multi
              guna  (food, feed, fuel, industrial  material), yang dapat dengan mudah
              diubah pemanfaatannya yaitu kedelai (feed, food, biodiesel), tebu (food,
              ethanol), kelapa sawit (food, biodiesel, commercial/industrial uses), dan
              jagung (food, feed, ethanol).
                  Dalam land grab ini  peran negara perlu dicermati secara khusus.
              Negara berperan mempromosikan masuknya investasi tanah (asing)
              dan mengajak perusahaan nasional berinvestasi di luar negeri. Negara
              bekerja  dalam  menginisiasi kebijakan  dan  administrasi di seputar
              paham  ‘banyaknya  tanah-tanah  yang marjinal’, dan  perannya  dalam
              memfasilitasi investasi tanah yang meliputi: invensi/justiikasi; deinisi,
              reklasiiksi, kuantiikasi; identiikasi; akuisisi/pengambilalihan; dan
              realokasi atau disposisi untuk mentransformasikan sumberdaya yang
              langka (sebagian besar dalam kendali negara) menjadi faktor produksi
              yang produktif untuk memperbarui investasi skala luas yang berbasis
              tanah. Setiap  proses  ini membutuhkan  kebijakan  publik. Oleh
              karena itu, fenomena land grabbing menjadi saksi begitu banyaknya
              reformulasi kebijakan yang muncul di setiap langkah yang disebutkan
              di atas. Proses yang dibuat oleh negara memiliki dampak sosial yang
              berbeda sesuai dengan kelas, gender, etnisitas dan lain-lain.

                  Dalam kajian ini, Borras dan Franco menyarankan untuk tidak
              terlalu  berfokus  pada  foreignisasi  ruang, tetapi lebih  melihat  sifat
              dan arah dari perubahan relasi sosial properti. Land grab tidak selalu
              memunculkan   pengusiran  masyarakat  dari tanah-tanah  mereka,
              tetapi ada  yang kemudian  disebut  dengan  konsep  inkorporasi
              beberapa konsep yang hampir sama: ‘adverse’, ‘favourable’ dan suatu
              tempat  di antara’ (somewhere in between). Ada  dua  fakta  posisi
              kelompok miskin dalam relasi properti/produksi: 1) dispossesion by
              displacement ketika tanah dibutuhkan tidak dengan tenaga kerja; 2)
              (adverse) incorporation  - ketika  tanah  dibutuhkan  dan  begitu  juga
              keberadaan mereka sebagai sumber tenaga kerja yang murah.

                  Pada bagian terakhir, Borras dan Franco menggarisbawahi bahwa
              land reform bukanlah solusi terbaik untuk persoalan land grabbing.
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133