Page 241 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 241
216 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
oleh ILC dengan proses pengalokasian tanah yang memiliki
karakteristik sebagai berikut; 1) adanya pelanggaran/kekerasan
HAM, khususnya pada hak-hak kesetaraan perempuan; 2) tidak
didasarkan pada prinsip FPIC bagi masyarakat yang terkena dampak;
3) tidak didasarkan pada penilaian yang menyeluruh, mengabaikan
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan termasuk gender; 4)
tidak didasarkan pada kontrak/perjanjian yang transparan dengan
komitmen yang jelas tentang kegiatan, tenaga kerja dan pembagian
keuntungan; 5) tidak didasarkan pada perencanaan demokratis yang
efektif, penilaian yang independen dan partisipasi penuh.
Pada kenyataannya, akuisisi tanah berskala luas digambarkan
sebagai hal yang netral oleh organisasi non pemerintah termasuk
World Bank dan berbagai agen UN. Yang dikhawatirkan adalah
gelombang investasi baru ini akan semakin membahayakan jika tidak
dihentikan. Ada beberapa contoh dokumentatif yang menunjukkan
bahwa akuisisi tanah berskala besar memiliki dampak yang positif
bagi komunitas lokal. Meskipun demikian, fakta yang terjadi, hanya
sedikit kasus yang menunjukan bahwa investasi internasional
pada tanah ini bermakna peningkatkan produktiitas pertanian
dan penghidupan pedesaan, yang terjadi justru investasi berskala
besar ini telah merusak ketahanan pangan, pendapatan, sumber
penghidupan, dan lingkungan bagi masyarakat lokal. Gelombang
transaksi tanah yang terjadi sekarang pada dasarnya tidak berbeda
dengan yang terjadi sebelumnya, yang membedakannya hanyalah
skala dan kecepatan yang terjadi. Ini bisa dijelaskan pada tahun
2007-2008 ketika terjadi krisis harga pangan yang membuat investor
dan pemerintah beralih ke pertanian yang selama beberapa dekade
diabaikan. Permintaan global akan ketersediaan tanah-tanah
pertanian semakin meluas, dan faktanya dunia telah kehilangan
tanah-tanah pertaniannya berganti dengan urbanisasi dan degradasi.
Wacana land grab sendiri hadir dalam beberapa mitos.
Pertama, mitos tentang melimpahnya tanah-tanah yang belum
terdayagunakan. Faktanya tanah-tanah yang dianggap ‘idle’ ini
‘
sebenarnya sudah dimanfaatkan. Pendeinisianidle’ atau kosong
karena selama ini pemanfaatan tanah yang dianggap memiliki nilai