Page 272 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 272
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 247
IV.6. Behrman, Julia, et all. 2011. The Gender Implications of
Large-Scale Land Deals. IFPRI Discussion Paper. www.ifpri.org
Kata Kunci: Kalimantan, Dayak, gender, akusisi, contract farming,
tanah adat
Tulisan ini mendiskusikan dimensi gender dalam perdebatan
akuisisi tanah berskala luas. Behrman menunjukan bahwa akuisisi
tanah memiliki dampak gender yang berbeda-beda melalui; 1)
ulasan fase-fase akuisisi tanah berskala luas dan diskusi berkaitan
dengan dampaknya bagi kaum perempuan maupun laki-laki
pedesaan berbasis literatur perjanjian tanah berskala luas dan
dampak gender pada komersialisasi dan contract farming; 2) studi
kasus dampak akuisisi tanah pada gender. Untuk melihat persoalan
gender, Behrman menekankan pentingnya melihat hak atas tanah
dan bagaimana gender, usia, status perkawinan, etnisitas atau faktor-
faktor lain mempengaruhi hak-hak ini. Behrman memakai konsep
kepemilikan (ownership) untuk mengidentiikasi perbedaan tipe-
tipe pemanfaatan dan pembuat keputusan atas tanah yang dapat
bertumpang-tindih di antara tanah-tanah yang sama. Persoalan
apakah hak tanah didasarkan pada undang-undang ataukah
berdasarkan adat, dan bagaimana pola-pola pewarisan menentukan
juga menjadi salah satu bahan sorotan. Sebagai pembanding
Behrman mengambil hasil kajian dari Asia Selatan dan Afrika yang
menunjukkan bahwa perempuan tidak diuntungkan baik oleh sistem
tenurial adat maupun legal. Meskipun sudah terdapat hukum untuk
memperkuat hak-hak perempuan atas properti tetapi perempuan
seringkali kurang memahami bagaimana mekanisme untuk
menjamin pelaksanaannya. Perempuan-perempuan yang lebih tua
menghadapi lebih banyak tantangan, seperti perampasan properti
dari janda, di mana untuk mewarisi hak-hak tanah dari suaminya,
seorang janda harus menikah dengan mendiang/almarhum
saudara laki-lakinya, sebuah praktik yang sangat beresiko dalam
konteks HIV/AIDS di negara Sub-Saharan Afrika. Pemahaman yang
menyeluruh tentang pola penggunaan tanah juga esensial/mendasar
karena perempuan mungkin tidak memiliki hak-hak tanah tetapi