Page 274 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 274
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 249
dijalankan oleh perempuan-perempuan lokal yang ini berarti
meningkatkan resiko penularan penyakit.
Sementara itu pada kasus proyek tebu di Maputo, Mozambique,
kondisi awal perempuan sudah menghadapi tantangan, karena laki-
laki dan perempuan tinggal bersama dalam kesatuan ada,t dan bukan
dalam pernikahan secara hukum negara. Dalam kasus pasangan
meninggal atau ada konlik dalam pernikahan, perempuan seringkali
tidak punya klaim atas tanah dari suami mereka. Perempuan lajang
juga sulit memperoleh akses terhadap tanah. Hal ini menjadi
semakin kompleks karena banyak laki-laki yang bermigrasi ke Afrika
selatan untuk bekerja, akibatnya banyak perempuan yang secara de
facto menjadi kepala keluarga. Ekspansi perkebunan di Maputo telah
menghilangkan akses produksi pangan untuk rumah tangga dan
hilangnya produksi pisang yang biasa diusahakan perempuan dan
telah menyuplai pasar di Maputo. Produksi komersial untuk tebu
yang didominasi pekerja pria menghilangkan peran perempuan.
Pengambilalihan tanah juga menimbulkan konlik karena
masyarakat saling berebut untuk memperoleh akses pada sumber
daya yang terbatas.
Pada akhir tulisannya, Behrman memunculkan perlunya inisiatif
untuk meningkatkan jaminan akses terhadap lahan bagi perempuan.
Dimensi gender harus diintegrasikan dengan pemahaman
komunitas riset maupun donor untuk menjadi komitmen yang
serius. Perjanjian tentang tanah tidak boleh terisolasi, lingkungan
harus diciptakan, sehingga perjanjian atas tanah bisa lebih memiliki
kesetaraan gender dan dapat memberikan manfaat baik bagi laki-
laki maupun perempuan yang miskin. Komunitas internasional,
pemerintah, investor, dan komunitas lokal memainkan peranan
yang penting untuk bisa menciptakan kondisi ini.
(DWP)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di www.ifpri.org