Page 278 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 278
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 253
untuk memasak.Sayangnya, bukan hanya minyak kelapa sawit
mendorong terjadinya penyakit jantung, namun perkebunan luas
yang membudidayakan tanaman kelapa sawit juga berkontribusi
pada kerusakan hutan hujan tropis dan lora-fauna di Asia Tenggara.
Dampak ini tidak diketahui secara luas – dan cenderung dihindari
– oleh pemerintah, produsen makanan, bahkan konsumen sendiri.
Regulasi baru dari pemerintah Amerika Serikat mensyaratkan bahwa
sejak 1 Januari 2006 semua produk makanan harus mencantumkan
label kandungan lemak yang bisa memicu penyakit jantung. Banyak
produsen makanan yang kemudian mencari upaya mengeliminasi
lemak dengan mengganti kandungan pangan dengan minyak
lain. Minyak kelapa sawit adalah salah satu alternatifnya.Upaya ini
kemudian diikuti dan mendorong pelaku usaha pangan lainnya,
konsumen, pemerintah, dan organisasi internasional untuk
menggunakan minyak yang lebih ramah lingkungan dan kesehatan
masyarakat.
Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang paling banyak
diproduksi di dunia dan paling banyak diperdagangkan secara
internasional. Malaysia dan Indonesia terhitung sebagai produsen
83% produksi dunia dan 89% eksport global. Kelapa sawit
berkembang sebagai komoditas perkebunan industrial. Khususnya
di Indonesia, perkebunan-perkebunan kelapa sawit cenderung lebih
banyak dibuka dengan cara merambah hutan hujan tropis menjadi
lahan perkebunan, dibandingkan dengan memanfaatkan tanah
pertanian yang menganggur atau lahan yang tidak dipergunakan.
Sejak tahun 1970-an, areal yang ditanami kelapa sawit di Indonesia
tumbuh mencapai 30 kali lipat menjadi 12.000 mil persegi. Di
Malaysia, areal yang dijadikan lahan kepala sawit meningkat 12 kali
lipat menjadi 13.500 mil persegi.
Dampak ekologis perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan
Malaysia diantaranya adalah kerusakan hutan hujan tropis dalam
skala yang sangat parah, dan mengancamn keberlanjutan spesies
lora dan fauna yang hidup di dalam hutan tersebut. Dari 400 spesies
mamalia di Indonesia, 15 spesies terancam kritis dan 41 spesies
terancam punah. Di Malaysia, dari 300 spesies mamalia, 6 spesies