Page 276 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 276
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 251
mengikuti inlasi, sehingga memberikan keuntungan dengan arus
pendapatan yang bervariasi yang dapat menyeimbangkan risiko dalam
portofolio investasi; 2) prakiraan keuangan untuk harga pangan dan
energi menunjukkan harga dan permintaan yang terus meningkat;
3) di berbagai tempat di dunia, khususnya di Afrika, tanah yang luas
masih dapat disewa atau dibeli dengan harga rendah. Faktor pendorong
penting lainnya adalah keuntungan investasi yang diharapkan.
Sementara itu, krisis pangan yang pada kenyataannya banyak terjadi
karena lahan-lahan produksi pangan dikonversi untuk memenuhi
permintaan bahan bakar nabati, membuat sejumlah negara pengimpor
pangan mulai melakukan sistem outsourcing untuk produksi pangan
mereka, dengan tujuan mengamankan harga dan pasokan jangka
panjang. Sementara untuk krisis iklim, berkontribusi pada akuisisi
tanah akibat semakin meningkatnya produksi agrofuel cair akibat
munculnya berbagai pedoman kebijakan penanganan perubahan iklim.
Meningkatnya akuisisi tanah di dunia mulai tahun 2008,
menyebabkan meningkatnya penggusuran dan pengusiran masyarakat
lokal. Banyak dari investasi itu yang tidak memenuhi harapan dalam
hal penciptaan lapangan kerja dan manfaat yang berkelanjutan, tetapi
justru malahan memperburuk kondisi masyarakat dari sebelumnya.
Bollin mencontohkan 3 kasus yang terjadi di Papua, Indonesia, Sierra
Leone, dan Etiopia. Tiga kasus ini memaparkan soal kehilangan
kepemilikan dan tak adanya pemberdayaan. Alih-alih memberikan
kesempatan bagi warga miskin, transaksi tanah justru semakin
membuat masyarakat terpuruk, bukan hanya sekarang, tapi juga untuk
generasi berikutnya. Kasus perampasan tanah di Papua melalui Proyek
Lumbung Pangan dan Energi Terpadu Merauke (Integrated Food and
Energy Estate, MIFEE), menjadi ancaman serius bagi masyarakat
setempat. Masyarakat adat yang terlibat dalam kesepakatan dengan
perusahaan telah ditipu dengan pembayaran kompensasi yang sangat
rendah sebagai ganti rugi ‘penyerahan’ tanah warisan turun-menurun
dan menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Proses akuisisi
tanah bersifat tidak transparan, dengan intimidasi dan ancaman
akan keamanan terutama karena kehadiran militer di sana. Informasi
mengenai potensi dampak proyek atas hidup mereka dan hak apa
saja yang mereka miliki untuk menolak atau menerima tawaran