Page 316 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 316
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 291
mendatang ketika harga tanah naik. Penulis memusatkan pada
agenda proyek pengendalian/kontrol tanah yang berupaya untuk
mengubah/mengkonsolidasikan bentuk akses pada kesejahteraan
dengan berbasis pada tanah sebagai kunci untuk memahami
fenomena ini. Membedakan antara ‘real’ dan ‘virtual’ land grabbing
membutuhkan pemahaman konseptual tentang akuisisi tanah
sebagai sebuah proses. Dalam kasus ‘virtual grabbing’ hanya sedikit
tahapan dalam proses akuisisi tanah yang terjadi yaitu tahapan yang
dirasa penting atau sesuai dengan kepentingan pribadi para aktor.
Bagian awal tulisan ini dimulai dengan penjelasan mengenai
rasionalitas pemerintah yang menargetkan ‘outer islands’, atau
pulau-pulau terluar, untuk proyek-proyek pertanahan berskala
raksasa. Pemerintah menganggap pulau-pulau luar (outer islands)
sebagai ruang untuk mengelaborasi proyek-proyek nasional yang
ambisius, dengan cara mengatur ruang dan penggunaan tanah dalam
satu pola yang mereka inginkan. Pulau-pulau luar ‘outer island’
dianggap sebagai lokasi yang paling ideal menjadi target investasi,
karena memiliki tanah yang belum diusahakan dalam jumlah yang
melimpah (marginal land); tingkat kepadatan penduduk yang rendah;
hak-hak tanah adat yang secara formal tidak bisa diakui; institusi
negara yang lemah; serta tidak adanya pengawasan transaksi dari
pemerintah. Selama beberapa waktu, kebijakan-kebijakan makro
ekonomi telah memfokuskan penggunaan hutan dan tanah-tanah
di pulau-pulau luar sebagai katalis perubahan ekonomi di Indonesia
dan sebagai sumber akumulasi kesejahteraan para birokrat politik
yang memiliki privelese tertentu. Ada 6 proses historis yang bisa
dicermati yaitu; 1) dimulai pada masa kolonial yang memfokuskan
pada pembangunan pertanian yang berpusat di Sumatra Utara (the
belt of North Sumatra); 2) pasca 1960, meningkatnya pasar kayu
dan munculnya teknologi untuk mengeksploitasi hutan berskala
besar yang berfokus pada industri logging; 3) transformasi hutan
untuk pengembangan kawasan tanaman pangan yang didukung
oleh wacana membangun swasembada beras. Proyek ini merupakan
bagian dari strategi pembangunan pemerintah yang mencakup
proyek ekonomi skala luas.; 4) tahun 1980-an Indonesia mulai
mengubah logging dan food estate di Sumatra dan Kalimantan