Page 318 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 318

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  293


              ini, perusahaan  swasta  dan  negara  mengakumulasikan  ‘bank
              tanah’ yaitu  tanah  dibawah  berbagai izin  peruntukan  yang saat
              ini tidak  dimanfaatkan  untuk  kemudian  disiapkan  sebagai target
              pembangunan   selanjutnya. Perizinan  menjadi ‘kunci’ utama  yang
              dianggap  lebih  berharga  dibandingkan  dengan  pengembangan
              perkebunan  itu  sendiri. Dalam  kasus  minyak  sawit  ini, investasi
              asing berskala luas memainkan peranan penting, sementara pemain
              domestik  dan  transnasional memainkan   peran  komplementer.
              Investor asing masuk dalam pasar ‘land grab’ sebagai ‘silent partner’
              dari perusahaan  pangan  atau  bioenergi lokal. Dalam  ketiadaan
              bentuk-bentuk  transaksi yang transparan, pimpinan  adat  atau
              pimpinan  lokal seringkali terlibat  dalam  ‘pelepasan  tanah’ (freeing
              up land). Pada  tahap  lanjut  jamak  terjadi kekerasan  meluas  akibat
              tidak  dipatuhinya  prinsip  FPIC. Hal ini seringkali terjadi karena
              aktor-aktor lokal, termasuk pimpinan lokal atau pegawai pemerintah
              yang berperan  sebagai mediator, dalam  beberapa  proses  justru
              memiliki kepentingan dibalik proses pengadaan tanah yang sedang
              berjalan. Ketika  janji-janji manis  yang dibuat  oleh  perusahaan
              tidak  terealisasi, sejumlah  besar  konlik  pun  muncul. Seringkali
              petani kehilangan hak milik yang jamak berstatus sebagai hak adat
              yang kemudian dikonversi menjadi hak milik negara, dan berubah
              menjadi ijin-ijin konsesi. Hal ini karena proses negosiasi tanah yang
              terjadi antara  pemilik  tanah  lokal, dan  investor, tidak  seimbang,
              ada  perbedaan  kekuasaan  dan  pengetahuan  di antara  keduanya.
              Proses yang berkaitan dengan perkebunan sawit ini diikuti dengan
              beberapa pola/karakteristik dari akuisisi tanah yang terfragmentasi,
              terdiferensiasi dan  terdesentralisasi. Dalam  kasus  ini, ditemukan
              gap  yang sangat  jelas  antara  proyek, perencanaan, wacana  dan
              praktik  nyata  di lapangan. Booming  sawit  juga  berkaitan  dengan
              sejumlah  ‘akuisisi virtual’ mencakup  kegiatan-kegiatan  spekulatif
              yang berkaitan dengan kepentingan untuk mengantongi perizinan.
                  Ketiga, pengalokasian tanah yang didorong oleh pengembangan
              penaman buah jarak untuk mendukung proyek energi hijau. Dalam
              proyek  energi hijau  ini, skema  baru  akuisisi tanah  berskala  luas
              difokuskan  pada  wilayah-wilayah  yang dimasukan  dalam  kategori
              ‘marginal’. Kebijakan  biofuel, ditujukan  untuk  mengubah  tanah-
   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322   323