Page 320 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 320
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 295
Keempat, pengalokasian tanah yang didorong oleh perdagangan
karbon. Dalam konteks perdagangan karbon, dapat dikatakan
bahwa sampai tahun 2011, akuisisi tanah yang disebutkan dalam
laporan REDD+ di Indonesia hanya awal dari proses negosiasi yang
panjang. Hal ini berkaitan dengan ‘green appropriation’ yang nyata.
Paralel dengan kasus yang lain, klaim lahan REDD+ disebut oleh
penulis sebagai virtual land grabbing karena belum ada yang benar-
benar dengan jelas memutuskan alokasi tanah, tepatnya aktivitas
untuk memperoleh pendanaan REDD+ dan bagaimana pembagian
keuntungan akan dilakukan.
Dalam banyaknya kasus proyek-proyek yang gagal, ternyata
sukses di sisi lain yakni akuisisi virtual memberikan kesempatan untuk
memperoleh subsidi, pinjaman dari bank dengan menggunakan
perizinan tanah sebagai jaminan, atau sekedar spekulasi ketika nilai
tanah di masa depan naik. Proses pemetaan tanah dan izin konsesi
tidak pernah berwujud ‘dead letters’, tetapi memberikan dasar (raw
material) bagi proses akuisisi di tahapan selanjutnya. Terlalu sering
skema-skema yang gagal ini justru berhasil dalam skema transformasi
tanah selanjutnya. Meskipun mega proyek padi di Kalteng gagal
menyediakan sumber pangan untuk mendukung ketahanan pangan
nasional, hal ini justru menjadi fondasi dari agenda akuisisi hijau
dan proyek minyak sawit. Ada sebuah logika yang jelas dibalik pola-
pola gagalnya beberapa skema proyek berskala besar. Banyak kasus
land grabbing yang harus dipahami sebagai ‘virtual land grabbing’.
(DWP)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di www.tni.org
IV. 29. Prasetyani, Martha dan Miranti, Ermina, 2005, Potensi
Dan Prospek Bisnis Kelapa Sawit Indonesia
Kata kunci: minyak nabati, industri, kelapa sawit, bisnis
Prospek pengembangan kelapa sawit, menurut Prasetyani
dan Miranti,sangat progresif. Dari sisi permintaan, diperkirakan