Page 344 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 344
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 319
adat (termasuk penambang tradisional yang terlebih dahulu ada)
tersingkir dan harus kehilangan penguasaannya atas tanah (dan
penghidupannya di atas tanah) secara tradisional, (b) kerusakan
lingkungan hidup secara drastis, (c) hilangnya sumber mata
pencaharian, (d) masyakarat adat mengalami ketertindasan secara
politik dan ekonomi, (e) perebutan sumberdaya pasti dimenangkan
perusahaan karena mengantongi ijin dari pemerintah daerah dalam
bentuk kontrak karya sedangkan masyarakat adat selalu kalah karena
tidak mengantongi ijin, (f) terjadinya konlik kepentingan atas hutan
sebagai sumber penghidupan antara petani lokal dan masyarakat
adat yang berdomisili di tepian hutan dengan perusahaan yang
mengusahakan hutan untuk kepentingan komersial, kadang konlik
muncul dalam sentimen terhadap masyarakat adat (Dayak), (g)
terjadinya perlawanan masyarakat adat dalam bentuk penggalangan
solidaritas-tanah kelahiran yang melahirkan ketegangan politik,
penghentian operasional usaha HPH (secara ekonomi), tuntutan
diberlakukannya hukum adat sehingga bukan saja mengancam
eksistensi perusahaan tetapi juga suku-suku lainnya yang bermukim
di sana (seperti Madura, Jawa, China dan Melayu).
(MBA)
Keterangan: Artikel merupakan koleksi pribadi (satubumigusti@
gmail.com)
IV.41. Noor, Mohammad. 1996.adi Lahan Marjinal. Jakarta:
P
Penebar Swadaya.
Kata Kunci: Kalimantan tengah, lahan marjinal, produksi, pangan
Tulisan ini mewacanakan potensi lahan marjinal untuk
pengembangan produksi pangan. Seolah menjadi bagian dari upaya
membuka jalan, tulisan ini dihadirkan tepat dengan peluncuran
kebijakan pemerintah terkait usaha pengembangan padi di lahan kering
dan pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah.
Dikatakan bahwa sebagian besar lahan gambut merupakan lahan
rawa. Dari sejuta hektar tersebut, direncanakan sekitar 60% atau seluas