Page 72 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 72
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 47
setting penguasaan tanah kolonial tersebut, yang bisa memiliki hak
milik hanyalah raja yang kemudian disebut ‘radical title’ (ultimate/
inal title ) di seluruh penjuru Australia. Hal ini memberikan
gambaran bahwa administratur dan pemerintah kolonial memiliki
kemampuan untuk mengambilalih lahan kalau mereka melihatnya
cocok atas nama kepentingan raja dan peradaban.
Sistem penguasaan tanah serupa ini dapat dikatakan sebagai
suatu bentuk penyederhanaan. Tidak ada penguatan hak-hak hukum
pada pemukiman atau tanah-tanah yang telah dirampas. Ada sebuah
doktrin yang memungkinkan kulit putih membuat koloni-koloni dan
memadati semua wilayah pinggiran di negara ini. Dampak ekspansi
ini, pada akhirnya, menyebabkan kelompok Aborigin harus keluar
dan terusir dari tanah-tanah mereka. Pemukiman-pemukiman
mereka dirusak dan tanah mereka dirampas. Di beberapa wilayah,
kehadiran mereka ditoleransi, diusir secara halus, dijadikan
sumber buruh murah dan disebut sebagai ‘half castes’ (setengah
kasta). Kebijakan pemerintah yang tidak jelas telah mengabaikan
keberadaan masyarakat Aborigin dengan cara mengasimilasi dan
mengamini pemusnahan mereka. Tidak masalah kebijakan mana
yang diperjuangkan, tanah mereka tetap dijual tanpa adanya ganti
rugi. Secara keseluruhan, sistem dibuat untuk mendukung dan
menguntungkan kulit putih.
Pengambilalihan besar-besaran telah merampas mimpi
yang tidak akan mungkin bisa dipulihkan kembali. Kebijakan
menyewakan lahan-lahan yang dikategorikan sebagai ‘waste
land’ untuk penggembalaan ternak adalah salah satu upaya
pengambilalihan tanah yang pernah dilakukan. Sistem penyewaan
ini dipraktikkan secara meluas oleh koloni-koloni karena dianggap
dapat mendatangkan keuntungan besar. Meskipun izin penyewaan
jelas-jelas menyebutkan bahwa lahan diperuntukkan bagi
penggembalaan ternak, faktanya ekstraksi emas dan mineral lain
termasuk kayu, batu, tanah liat dan sebagainya, tetap diizinkan.
Secara ringkas, Bachelard menggarisbawahi bahwa kerakusan,
egoisme dan permainan politik yang tergambarkan dalam situasi
yang terjadi pada kelompok Aborigin, sebenarnya membawa